Selasa, 14 Oktober 2014

MEMORI PENINJAUAN KEMBALI


Perihal      : Permohonan dan Memori Peninjauan Kembali terhadap Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2095 K/Pdt/2012, tertanggal 19 Juli 2013 jo. Putusan Pengadilan Tinggi Pekanbaru Nomor 54/PDT^/2011/PT.R, tertanggal 8 Agustus 2011 jo. Putusan Pengadilan Negeri Pasir Pangaraian Nomor: 10/Pdt.G/2010/PN-PSP, tertanggal 19 Januari 2011.


Yang Terhormat,
Ketua Mahkamah Agung
Republik Indonesia
Di Jakarta

Melalui:

Yang Terhormat,
Ketua Pengadilan Negeri Pasir Pangaraian
Di Pasir Pangaraian

Antara
Linton Purba Als. Antoni Purba, untuk selanjutnya disebut Pemohon Peninjauan Kembali (Pemohon Kasasi/Pembanding/Tergugat)
Lawan
Jalang Marpaung, untuk selanjutnya disebut sebagai Termohon Peninjauan Kembali (Termohon Kasasi/Terbanding/Penggugat)

Dengan hormat,
Saya, Linton Purba alias Antoni Purba dengan ini mengajukan permohonan Peninjauan Kembali kepada Ketua Mahkamah Agung atas Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2095 K/Pdt/2012, tertanggal 19 Juli 2013 jo. Putusan Pengadilan Tinggi Pekanbaru Nomor 54/PDT^/2011/PT.R, tertanggal 8 Agustus 2011 jo. Putusan Pengadilan Negeri Pasir Pangaraian Nomor: 10/Pdt.G/2010/PN-PSP, tertanggal 19 Januari 2011.


Dalam perkara perdata antara:
Linton Purba Als. Antoni Purba: Umur 47 tahun, beragama Kristen Protestan. Pekerjaan tani, domisili Desa Muara Dilam, Kecamatan Kunto Darussalam, Kabupaten Rokan Hulu, Riau       untuk selanjutnya disebut Pemohon Peninjauan Kembali (Pemohon Kasasi / Pembanding/Tergugat).

Lawan
Jalang Marpaung: Umur 50 tahun, pekerjaan wiraswasta, domisili Desa Ngaso, Kecamatan Ujung Batu, Kabupaten Rokan Hulu, Riau------------------------------------ untuk selanjutnya disebut sebagai Termohon Peninjauan Kembali (Termohon Kasasi/Terbanding/Penggugat).
I.         Dasar Hukum Peninjauan Kembali
Adapun dasar hukum pengajuan Peninjauan Kembali ini mengacu pada pasal 24 ayat 1 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman jo. Pasal 66  Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 jo. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 jo. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung. Berdasarkan pasal 67 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 jo. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 jo. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung, ditegaskan bahwa:
Permohonan peninjauan kembali putusan perkara perdata yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dapat diajukan hanya berdasarkan alasan-alasan sebagai berikut:
a.       Apabila putusan didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat pihak lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus atau didasarkan pada bukti-bukti yang kemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu;
b.      Apabila setelah perkara diputus, ditemukan surat-surat bukti yang bersifat menentukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat ditemukan;
c.       Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih daripada yang dituntut;
d.      Apabila mengenai sesuatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya;
e.       Apabila antara pihak-pihak yang sama mengenai suatu soal yang sama, atas dasar yang sama oleh Pengadilan yang sama atau sama tingkatnya telah diberikan putusan yang bertentangan satu dengan yang lain;
f.       Apabila dalam suatu putusan terdapat suatu kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata.
Alasa-alasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 67 Undang-Undang tentang Mahkamah Agung di atas tidak bersifat kumulatif. Itu berarti, satu atau dua alasan pun terpenuhi telah memenuhi syarat untuk mengajukan Peninjauan Kembali.
Kemudian dalam pasal 68-pasal 76 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 jo. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 jo. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung mengatur mengenai teknis daripada Peninjauan Kembali.

II.      Tentang Duduk Perkara
Adapun duduk perkara ini ialah sebagai berikut:
1.    Bahwa, pada tahun 1998 Pemohon Peninjauan Kembali (Tergugat/Pembanding/Pemohon Kasasi) membeli tanah seluas 20 hektare dari Kelompok Tani dengan harga Rp. 16.000.000,- (Enam Belas Juta Rupiah) dengan bukti kuitansi A.V.I Purba tertanggal 7 Desember 1998, yang diterima oleh Alirmanto (sebagai Ketua Kelompok Tani pada saat itu). (Vide Putusan Nomor: 10/Pdt.G/2010/PN-PSP halaman 29, surat-surat bukti yang diberi tanda T-1).
2.    Bahwa, berdasarkan kuitansi tertanggal 7 Desember 1998 tersebut di atas, maka pada tanggal 20 Desember 1998 Kepala Desa Muara Dilam, Kecamatan Kunto Darussalam, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau (sebelum pemekaran kabupaten), menerbitkankan Surat Keterangan Tanah yang terletak di Kasang Linau, Desa Muara Dilam atas nama Utet, yang ditandatangani oleh Abas Tami sebagai Kepala Desa pada saat itu. (Vide Putusan Nomor: 10/Pdt.G/2010/PN-PSP halaman 29, surat-surat bukti yang diberi tanda T-2). Perlu diperhatikan, dahulu lokasi tanah itu merupakan bagian daripada Kabupaten Kampar, setelah adannya pemekaran kabupaten, maka lokasi tanah itu menjadi bagian daripada Kabupaten Rokan Hulu, Provinsi Riau, akan tetapi nama desa dan kecamatannya tetap bernama Desa Muara Dilam dan Kecamatan Kunto Darussalam. Di mana nama lokasi tanah itu sekarang menjadi, RT 003, RW 009, Dusun IV Kelampaian, Desa Muara Dilam, Kecamatan Kunto Darussalam, Kabupaten Rokan Hulu, Provinsi Riau.
3.    Bahwa, berdasarkan bukti kuitansi tertanggal 7 Desember 1998 dan Surat Keterangan Tanah tertanggal 20 Desember 1998, maka diterbitkanlah satu set Surat Keterangan Ganti Kerugian tertanggal 15 Mei 2008 dengan Nomor Register 96/SKGK/MD/V/2008 tertanggal 16 Mei (Register Kepala Desa) dan Nomor Register 828/SKGK-KDS/2008 tertanggal 21 Mei 2008 (Register Camat), di mana di dalamnya diterangkan bahwa Utet sebagai Pihak Pertama dan Linton Purba sebagai Pihak Kedua. (Vide Putusan Nomor: 10/Pdt.G/2010/PN-PSP halaman 29, surat-surat bukti yang diberi tanda T-3).
4.    Bahwa, pada tanggal 12 November 2003 pernah Pemohon Peninjauan Kembali membuat Surat Kuasa kepada Pulman Sinaga alias P. Sinaga alias A. Nita, dengan mana maksud dari Surat Kuasa itu agar Pulman Sinaga alias P. Sinaga alias A. Nita mengusahakan tanah itu guna memenuhi kebutuhan hidup keluarganya, karena Pemohon Peninjauan Kembali merasa tidak tega membiarkan mereka hidup terlantar. Karena pada masa itu Pulman Sinaga alias P. Sinaga alias A. Nita tidak mempunyai tanah untuk diusahai, di samping itu Pulman Sinaga alias P. Sinaga alias A. Nita adalah suami dari adik kandung Pemohon Peninjauan Kembali. (Vide Putusan Nomor: 10/Pdt.G/2010/PN-PSP, halaman 21, surat-surat bukti yang diberi tanda P-8).
5.    Bahwa, P. Sinaga dalam Surat Kuasa tertanggal 12 November 2003 tidak diberikan hak untuk menjual, karena tanah itu harus dikembalikan kepada ahli waris Pemohon Peninjauan Kembali bilamana tiba waktu pembagian warisan.
6.    Bahwa, Surat Kuasa tertanggal 12 November 2003 tidak memberikan hak kepada Pulman Sinaga untuk menjual tanah terperkara selain daripada mengusahai dan menguasai seolah-olah memiliki sampai pada waktu pembagian warisan ahli waris Pemohon Peninjauan Kembali, Instruksi Mendagri No. 14 Tahun 1982 juga melarang pemberian kuasa mutlak kepada kuasa untuk menjual tanah miliknya. Alasan larangan itu, dijelaskan dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2584 K/Pdt/1986 (14-4-1988), yang mengatakan: surat kuasa mutlak, mengenai jual beli tanah, tidak dapat dibenarkan karena dalam praktik sering disalahgunakan untuk menyeludupkan jual-beli tanah.
7.    Bahwa, Pulman Sinaga alias P. Sinaga alias A. Nita telah mengembalikan kuasa yang Pemohon Peninjauan Kembali berikan pada tanggal 12 November 2003 sebelum waktu pembagian warisan tanpa pernah mengusahai lahan tersebut, karena alasan Pulman Sinaga alias P. Sinaga alias A. Nita telah mendapat pekerjaan menjaga ladang orang lain di luar Provinsi Riau.
8.    Bahwa, Surat Pengembalian Kuasa ini tidak dibuktikan dalam persidangan tingkat pertama karena saksinya tidak mau menandatangani dengan tanpa alasan yang jelas, adapun saksi yang tidak mau menandatangani ialah Larisman Sitinjak yang merupakan saksi daripada Termohon Peninjauan Kembali. Di samping itu, yang menjadi alasan lain tidak dimunculkan karena Pulman Sinaga alias P. Sinaga alias A. Nita tidak dapat diketahui keberadaannya pada saat pemeriksaan tingkat pertama.
9.    Bahwa, perlu diketahui tanah yang dimaksud di sini adalah hanya tanah yang berperkara, yakni yang 2 hektare dari 20 hektare sebagaimana dimaksud dalam nomor 1 di atas. Dan perlu ditegaskan lagi sebagai informasi tambahan, 12 hektare lainnya dari 20 hektare telah dijual kepada tiga orang. Jadi sisa tanah Pemohon Peninjauan Kembali saat ini ialah 8 hektare, yakni 6 hektare tidak bersengketa, dan yang 2 (dua) hektare adalah tanah yang berperkara/objek yang diajukan Peninjauan Kembali ini.

III.   ALASAN-ALASAN PERMOHONAN PENINJAUAN KEMBALI
A.       Kebohongan atau Tipu Muslihat Pihak Termohon Peninjauan Kembali (Termohon Kasasi/Terbanding/Penggugat)
1.    Bahwa, penggunaan istilah hibah dalam gugatannya oleh Termohon Peninjauan Kembali ketika sebagai Penggugat merupakan kebohongan atau tipu muslihat belaka. (Vide Putusan Pengadilan Negeri Pasir Pangaraian Nomor: 10/Pdt.G/2010/PN-PSP, halaman 5 jo. Putusan Kasasi Nomor: 2095 K/Pdt/2012 halaman 2). Padahal yang benar adalah Surat Kuasa tertanggal 12 November 2003. (Vide Putusan Pengadilan Negeri Pasir Pangaraian Nomor: 10/Pdt.G/2010/PN-PSP, halaman 21 butir 8)
2.    Bahwa, Termohon Peninjauan Kembali mengatakan membersihkan dan mengusahai tanah tersebut (terperkara), itu hanyalah kebohongan belaka (Vide Putusan Pengadilan Negeri Pasir Pangaraian Nomor: 10/Pdt.G/2010/PN-PSP halaman 4 Jo. Putusan Kasasi Nomor 2095 K/Pdt/2012 halaman 1). Yang membersihkan, menguasai, dan mengusahai tanah terperkara itu mulai tahun 1998 sampai saat ini adalah Pemohon Peninjauan Kembali. Pemohon Peninjauan Kembali menanami tanah terperkara dengan sawit, pisang, kadang-kadang bercocok tanam cabai, kacang tanah, dan padi. Termohon Peninjauan Kembali hanya mencuri hasil sawit bukan membersihkan dan mengusahai.
B.       Adanya Ditemukan Surat-surat Bukti yang Bersifat Menentukan
1.    Bahwa, di samping karena alasan kebohongan atau tipu muslihat Termohon Peninjauan Kembali dan kekhilafan hakim atau kekeliruan yang nyata, Permohonan Peninjauan Kembali ini juga diajukan karena adanya bukti baru (novum) yang pada waktu persidangan sebelumnya, belum/tidak pernah diajukan.
2.    Bahwa, Pemohon Peninjauan Kembali pernah membuat Surat Kuasa tertanggal 12 November 2003 terhadap P. Sinaga alias A. Nita.
3.    Bahwa, Pulman Sinaga alias P. Sinaga alias A. Nita telah mengembalikan Surat Kuasa sebagaimana dimaksud di atas berdasarkan Surat Pengalihan Hak Kuasa/Kepemilikan tertanggal 18 Juli 2007, ditandatangani oleh Pulman Sinaga dan Lamtiur Purba (istrinya), serta Pemohon Peninjauan Kembali, dengan mana Pemohon Peninjauan Kembali memberikan imbalan sebesar Rp. 25.000.000,- (Dua Puluh Lima Juta Rupiah) kepada Pulman Sinaga karena telah beriktikad baik mengembalikan Surat Kuasa yang pernah diterimanya.
4.    Bahwa, pengembalian Surat Kuasa (Surat Pengalihan Hak Kuasa/Kepemilikan) sebagaimana dimaksud di atas belum pernah diajukan dalam persidangan sebelumnya karena Pemohon Peninjauan Kembali ragu. Sebab saksi-saksi pada Surat Pengalihan Hak Kuasa/Kepemilikan tertanggal 18 Juli 2007 tersebut tidak mau membubuhkan tanda tangan tanpa diketahui alasannya. Adapun saksi-saksinya: L. Sitinjak dan K. Siboro, keduanya merupakan saksi dari pihak Termohon Peninjauan Kembali dalam persidangan. Di samping saksi-saksi tidak mau menandatangani, Pulman Sinaga pun tidak diketahui keberadaannya pada saat sidang tingkat pertama.
5.    Bahwa, Pulman Sinaga baru diketahui keberadaannya pada saat kasasi. Setelah keberadaan Pulman Sinaga diketahui berada dan berdomisili di Jambi, maka dibuatkanlah akta pengakuan atas Surat Pengalihan Hak Kuasa/Kepemilikan tertanggal 18 Juli 2007 oleh Pulman Sinaga bersama istrinya (Lamtiur Purba) yang tertuang dalam Akta Pengakuan Nomor 24 di hadapan Notaris Desriati, S.H., M.Kn. yang berkantor di Jl. Lintas Sumatera Simpang III Kantor Bupati Sarolangun-Jambi.
6.    Bahwa, Pemohon Peninjauan Kembali (Pemohon Kasasi/Pembanding/Tergugat) mengajukan Surat Pengalihan Hak Kuasa/Kepemilikan tertanggal 18 Juli 2007 bersamaan dengan Akta Pengakuan Nomor 24 di hadapan Notaris Desriati, S.H., M.Kn. sebagai novum-------------------- TERLAMPIR
7.    Bahwa, bukti baru tersebut sifatnya sangat menentukan, bukti mana seandainya diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali pada persidangan baik di tingkat pertama, banding, maupun kasasi maka pengadilan akan memutuskan bahwa Pemohon Peninjauan Kembali sebagai pemilik sah atas tanah terperkara.
C.        Dalam Putusan Terdapat Kekhilafan Hakim atau Kekeliruan yang Nyata.
1.    Bahwa, Terdapat Kekhilafan Majelis Hakim atau kekeliruan yang nyata pada tingkat pertama, banding, dan kasasi karena mengikuti istilah yang digunakan oleh Termohon Peninjauan Kembali dalam gugatannya, yakni ‘hibah.’ Padahal yang pernah dibuat Pemohon Peninjauan Kembali pada tanggal 12 November 2003 adalah Surat Kuasa yang merupakan alat bukti daripada Termohon Peninjauan Kembali di persidangan tingkat pertama.
2.    Bahwa, istilah hibah dalam perkara ini berawal dari Surat Gugatan Termohon Peninjauan Kembali, tepatnya terdapat pada Tentang Duduk Perkara, dalam hal-hal keempat huruf a dan b, kemudian diteruskan oleh Majelis Hakim. (Vide Putusan Pengadilan Negeri Pasir Pangaraian Nomor: 10/Pdt.G/2010/PN-PSP, halaman 5).
3.    Bahwa, berdasarkan gugatan Termohon Peninjauan Kembali itulah Majelis terus-menerus mengatakan istilah hibah, padahal sudah jelas pada surat-surat bukti Termohon Peninjauan Kembali pada saat sidang tingkat pertama, tepatnya pada butir 8 yang disebut bukti P-8 disebutkan “Foto copy Surat Kuasa tertanggal 12 November 2003.” (Vide Putusan Pengadilan Negeri Pasir Pangaraian Nomor: 10/Pdt.G/2010/PN-PSP, halaman 21 butir 8). Itulah salah satu alasan Pemohon Peninjauan Kembali pernah mengatakan Majelis Hakim tingkat pertama telah menjadi kuasa hukum/advokat Termohon Peninjauan Kembali, karena pertimbangan Majelis Hakim terlalu mengikuti kemauan si Termohon Peninjauan Kembali tanpa menganalisis kebenarannya.
4.    Bahwa, Pemohon Peninjauan Kembali dengan tegas mengatakan tidak pernah membuat Surat Hibah kepada siapapun atas tanah terperkara tersebut. Karena tanah terperkara tersebut merupakan bagian warisan untuk ahli waris Pemohon Peninjauan Kembali.
5.    Bahwa, Pemohon Peninjauan Kembali hanya pernah membuat Surat Kuasa tertanggal 12 November 2003 terhadap P. Sinaga alias A. Nita, bukan Surat Hibah.
6.    Bahwa, Surat Kuasa tertanggal 12 November 2003 terhadap P. Sinaga alias A. Nita tersebut pun telah dikembalikan berdasarkan Surat Pengalihan Hak Kuasa/Kepemilikan tertanggal 18 Juli 2007, ditandatangani oleh Pulman Sinaga dan Lamtiur Purba (istrinya), dengan mana Pemohon Peninjauan Kembali memberikan imbalan sebesar Rp. 25.000.000,- (Dua Puluh Lima Juta Rupiah) kepada Pulman Sinaga oleh karena telah beriktikad baik mengembalikan Surat Kuasa yang pernah diterimanya.
7.    Bahwa, oleh karena itulah Termohon Peninjauan Kembali tidak pernah dapat menunjukkan asli daripada Surat Kuasa tertanggal 12 November 2003 (P-8). Karena asli daripada Surat Kuasa itu sendiri telah tidak ada lagi sejak adanya pengembalian kuasa itu, yang ada hanya surat pengembalian kuasa asli dalam bentuk Surat Pengalihan Hak Kuasa/Kepemilikan tertanggal 18 Juli 2007. Tidak adanya asli Surat Kuasa tertanggal 12 November 2003 menjadi salah satu alasan perpindahan tangan tanah terperkara ke banyak orang dalam waktu singkat (3,5 tahun).
8.    Bahwa, Pemohon Peninjauan Kembali selalu mengingatkan orang-orang sebelumnya, yang menjual-belikan tanah terperkara bahwa tanah terperkara itu milik Pemohon Peninjauan Kembali, karena itulah tanah terperkara beralih ke banyak orang dalam waktu singkat (orang yang terlanjur beli tidak mau rugi maka dijual lagi). Jadi, pertanyaan Majelis Hakim tingkat pertama dalam pertimbangannya sebagaimana tertuang dalam Putusan Pengadilan Negeri Pasir Pangaraian Nomor 10/Pdt.G/2010/PN-PSP halaman 53 telah terjawab. Adalah kekeliruan yang nyata Majelis Hakim tingkat pertama mengatakan Pemohon Peninjauan Kembali baru merasa keberatan.
9.    Bahwa, menjadi pertanyaan Pemohon Peninjauan Kembali hingga saat ini; apakah sama Surat Kuasa dengan Surat Hibah? Karena mulai dari tingkat pertama, banding, sampai pada kasasi, istilah hibahlah yang memenangkan Si Termohon Peninjauan Kembali.
10. Bahwa, yang Pemohon Peninjauan Kembali tahu, Surat Kuasa dan Surat Hibah itu sangat jauh berbeda, dengan berdasarkan pada KUHPer Pasal 1792 KUHPer jo. Pasal 1795 KUHPer, yang masing-masing berbunyi sebagai berikut:
“Pasal 1792 KUHPer
Pemberian kuasa adalah suatu perjanjian dengan mana seorang memberikan kekuasaan kepada seorang lain, yang menerimanya, untuk atas namanya menyelenggarakan suatu urusan.”
Demikian pula pasal 1793 KUHPer
“Kuasa dapat diberikan dan diterima dalam suatu akta umum, dalam suatu tulisan di bawah tangan, bahkan dalam sepucuk surat atau dengan lisan. Penerimaan suatu kuasa dapat pula terjadi secara diam-diam dan disimpulkan dari pelaksanaan kuasa itu oleh si kuasa..”
Dari definisi pasal 1792 KUHPer itu, jelas surat kuasa tidak sama dengan hibah. Di mana dalam kuasa ditegaskan si penerima kuasa hanya menyelenggarakan suatu urusan untuk dan atas nama si pemberi kuasa. Dalam Surat Kuasa tertanggal 12 November 2003 itu pun demikian, tidaklah dapat dipersamakan dengan hibah.
Pasal 1795 KUHPer
Pemberian kuasa dapat dilakukan secara khusus, yaitu mengenai hanya satu kepentingan tertentu atau lebih, atau secara umum, yaitu meliputi segala kepentingan si pemberi kuasa.
11. Bahwa, perlu diperhatikan pula pasal 1814 KUHPer digariskan bahwa Si pemberi kuasa dapat menarik kembali kuasanya manakala itu dikehendakinya, dan jika ada alasan untuk itu, memaksa si kuasa untuk mengembalikan kuasa yang dipegangnya. Pasal 1814 KUHPer itu sejalan dengan pendapat M. Yahya Harahap yang mengatakan seandainya pun surat kuasa dibuat dan ditandatangani oleh penerima kuasa, pencabutan sepihak pada dasarnya tak bertentangan. Karena undang-undang sendiri mengatakan surat kuasa bisa dicabut secara sepihak. Demikian pendapat M. Yahya Harahap. Vide “Keabsahan Surat Kuasa” dalam hukum online.com.
12. Bahwa, perlu diketahui juga Instruksi Mendagri No. 14 Tahun 1982 melarang pemberian kuasa mutlak kepada kuasa untuk menjual tanah miliknya. Alasan larangan itu, dijelaskan dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2584 K/Pdt/1986 (14-4-1988), yang mengatakan: surat kuasa mutlak, mengenai jual beli tanah, tidak dapat dibenarkan karena dalam praktik sering disalahgunakan untuk menyeludupkan jual-beli tanah. Putusan MARI Nomor 2584 K/Pdt/1986 semakin menguatkan Pemohon Peninjauan Kembali sebagai pemilik tanah terperkara.
13. Bahwa, dari penegasan Pasal 1814 KUHPer telah ditegaskan bahwa dengan paksaan pun diperbolehkan, padahal Surat Kuasa tertanggal 12 November 2003 itu telah dikembalikan oleh si penerima kuasa (Pulman Sinaga) berdasarkan Surat Pengalihan Hak Kuasa/Kepemilikan tertanggal 18 Juli 2007, karena saksi tidak mau menandatangani pengembalian itu, di samping itu juga Pulman Sinaga belum diketahui keberadaannya, maka tidak pernah diajukan sebagai bukti dalam persidangan sebelumnya. 
14. Bahwa, setelah putusan kasasi barulah keberadaan domisili Pulman Sinaga diketahui berada di Jambi, maka Pemohon Peninjauan Kembali menemui Pulman Sinaga dan membuatkan Akta Pengakuan Nomor  24 di hadapan Notaris Desriati, S.H., M.Kn. yang berkantor di Jl. Lintas Sumatera Simpang III Kantor Bupati Sarolangun-Jambi.
15. Bahwa, Hibah adalah suatu perjanjian dengan mana si penghibah di waktu hidupnya, dengan cuma-cuma dan dengan tidak dapat ditarik kembali, menyerahkan sesuatu benda guna keperluan si penerima hibah yang menerima penyerahan itu. Undang-undang tidak mengakui lain-lain hibah selain hibah-hibah di antara orang-orang yang masih hidup. Vide BAB X KUHPer, Pasal 1666.
16. Bahwa, di samping memperhatikan Pasal 1666 KUHPer, perhatikan pula Pasal 1682 KUHPer yang berbunyi:
Tiada suatu penghibahan pun, kecuali penghibahan termaksud dalam pasal 1687, dapat dilakukan tanpa akta notaris, yang minut (naskah aslinya) harus disimpan, dan bila tidak demikian, maka penghibahan itu tidak sah.
Dari ketentuan Pasal 1682 KUHPer itu terang bahwa, hibah selain daripada yang diatur dalam Pasal 1687 KUHPer harus berdasarkan akta notaris, termasuk hibah yang berobjekkan tanah harus berdasarkan akta notaris.
17. Bahwa, dalam penghibahan perlu juga memperhatikan Yurisprudensi 426 K/Sip/1963, menegaskan hibah dilaranng apabila mengakibatkan hilangnya hak ahli waris dari anak sah pewaris.
18. Bahwa, Pemohon Peninjauan Kembali tentu tidak mau dan tidak pernah menghibahkan tanah bagian daripada ahli waris Pemohon Peninjauan Kembali sendiri, jangankan hibah, dijual pun tidak. Jadi, hanya orang yang tidak punya pikiran sehat yang mengatakan itu hibah.
19. Bahwa, telah jelas dan terang baik secara fakta: Surat Kuasa tertanggal 12 November 2003 jo. Surat Pengalihan Hak Kuasa/Kepemilikan tertanggal 18 Juli 2007, maupun secara yuridis: Pasal 1666, 1682 KUHPer jo. Yurisprudensi 426 K/Sip/1963, dan lain-lain, tidak ada yang menerangkan alat bukti si Termohon Peninjauan Kembali: Surat Kuasa tertanggal 12 November 2003 (P-8) sebagai hibah, alat bukti tersebut adalah Surat Kuasa. Karena surat kuasa, maka tidak dapat dijadikan alas/dasar hak untuk jual-beli tanah.
20. Bahwa, Majelis Hakim pada tingkat pertama telah keliru menerapkan Pasal 1365 KUHPer terhadap Tergugat yang sekarang Pemohon Peninjauan Kembali. (Vide Putusan Pengadilan Negeri Pasir Pangaraian Nomor: 10/Pdt.G/2010/PN-PSP, halaman 55). Seharusnya, Penggugatlah yang dikenakan Pasal 1365 KUHPer, karena telah menyerobot tanah Pemohon Peninjauan Kembali sebagai pemilik sah dan kemudian merusak wujud tanah dengan menggunakan excavator. Pemohon Peninjauan Kembali adalah pemilik sah tanah terperkara yang mempunyai alas hak berdasarkan Kuitansi pembayaran tanah atas nama A.V.I PURBA kepada Alirmanto senilai Rp. 16.000.000,- tertanggal 7 Desember 1998 (T-1), Surat Keterangan Kepemilikan Tanah atas nama Utet yang diterbitkan oleh Kepala Desa Muara Dilam tertanggal 20 Desember 1998 (T-2), Surat pengembalian kuasa dari Pulman Sinaga kepada Linton Purba, Surat Pengalihan Hak Kuasa/Kepemilikan tertanggal 18 Juli 2007 dan satu set Surat Keterangan Ganti Kerugian antara Utet dengan Linton Purba dengan diketahui Kepala Desa Muara Dilam dan Camat Kunto Darussalam tertanggal 15 Mei 2008 (T-3), jadi tidak logis dan tidak benar bila dikenakan Pasal 1365 KUHPer kepada Pemohon Peninjauan Kembali.
21. Bahwa, Termohon Peninjauan Kembali tidak punya alas hak atas tanah terperkara. Kalau Termohon Peninjauan Kembali hanya mengandalkan P-9, perlu Yang Mulia Majelis ketahui P-9 hanyalah surat yang bisa dibuat oleh siapapun karena tidak ada diketahui oleh pejabat/pemerintah. Pemohon Peninjauan Kembali pun bisa membuat surat demikian segudang. Dan kalau P-1 sampai dengan P-8 itu tidak mungkin dapat diandalkan karena tidak ada aslinya (Vide Putusan Pengadilan Negeri Pasir Pangaraian Nomor: 10/Pdt.G/2010/PN-PSP, halaman 21 butir 8). Jadi terang bahwa Termohon Peninjauan Kembali tidak memiliki alas hak. Oleh karena itu Majelis Hakim tingkat pertama telah keliru secara nyata karena menerima alat bukti Termohon Peninjauan Kembali yang tidak ada aslinya P-1 sampai dengan P-8.
22. Bahwa, Mahkamah Agung pada tingkat Kasasi telah membuat pertimbangan hukum yang keliru. Adapun bunyi pertimbangannya: “ Bahwa oleh karena tanah objek sengketa telah beralih beberapa kali, yaitu semula dari Tergugat diserahkan kepada Pulman Sinaga, sehingga kepemilikan tanah sudah beralih kepada Pulman Sinaga, kemudian Pulman Sinaga mengalihkan kepada D. Sidabutar, dari D. Sidabutar menjual ke Coki Nasution, selanjutnya Coki Nasution menjual kepada Hinsa Raminda Br. Silalahi dan terakhir Hinsa Raminda Br. Silalahi menjual kepada Penggugat. Oleh karena itu Penggugat sebagai pembeli terakhir merupakan pembeli yang beriktikad baik harus dilindungi, apabila Tergugat merasa dirugikan dapat mengajukan gugatan ganti rugi kepada orang pertama yang menerima penyerahan dari Penggugat. Bagaimana jika tanah Majelis yang membuat pertimbangan itu dijual-jual orang lain, kemudian Pemohon Peninjauan Kembali sebagai pembeli yang terakhir dari orang lain itu? Akankah pertimbangan itu berlaku? Sungguh pertimbangan hukum yang keliru, tidak masuk akal (sesat).
23. Bahwa, pertimbangan hukum Mahkamah Agung pada tingkat kasasi tersebut adalah pertimbangan sesat dan tidak logis, karena Pemohon Peninjauan Kembali tidak pernah memberikan hibah atas tanah terperkara kepada Pulman Sinaga atau kepada siapapun dan juga tidak pernah menjualnya. Yang dikatakan Termohon Peninjauan Kembali sebagai hibah (Vide Putusan Pengadilan Negeri Pasir Pangaraian Nomor: 10/Pdt.G/2010/PN-PSP, halaman 5) adalah Surat Kuasa tertanggal 12 November 2003 (Vide Putusan Pengadilan Negeri Pasir Pangaraian Nomor: 10/Pdt.G/2010/PN-PSP, halaman 21 butir 8).
24. Bahwa, seharusnya  Termohon Peninjauan Kembali yang membuat gugatan ganti rugi kepada orang yang menjual tanah kepadanya (Hinsa Raminda Br. Silalahi) karena menjual tanah yang bukan miliknya.
25. Bahwa, Pemohon Peninjauan Kembali sangat keberatan dengan pertimbangan tingkat kasasi di atas yang mengatakan Termohon Peninjauan Kembali sebagai “...pembeli yang beriktikad baik harus dilindungi,...” (Vide Putusan Kasasi Nomor: 2095 K/Pdt/2012 halaman 20) Termohon Peninjauan Kembali bukan pembeli yang beriktikad baik, jika memang beriktikad baik tentu akan menuntut ke orang di mana ia membeli, bukan malah menyerobot tanah milik orang lain (Pemohon Peninjauan Kembali). Di samping itu juga, ada alasan lain bahwa Termohon Peninjauan Kembali bukan pembeli yang beriktikad baik melainkan penyerobot tanah milik orang lain, antara lain:
a.       Pada bulan Agustus 2008 Jalang Marpaung (Termohon Peninjauan Kembali) datang ke tanah terperkara kemudian mengancam Linton Purba (Pemohon Peninjauan Kembali). Hal itu pernah dilaporkan oleh Linton Purba, akan tetapi tidak pernah ditindaklanjuti oleh Kepolisian. Adapun laporannya: Surat Tanda Penerimaan Laporan NO.POL: STPL/170/XI/2009/SPK, yang dilaporkan “Penyerobotan Tanah,” dengan pelapor Linton Purba, dan penerima AIPTU P. Nadeak NRP 65070656 di Kepolisian Resor Rokan Hulu.
b.      Pada tanggal 8 Juli 2009 Jalang Marpaung c.s. (Termohon Peninjauan Kembali) mendatangi Linton Purba (Pemohon Peninjauan Kembali) ke ladang Linton Purba, kemudian memaksa Linton Purba untuk menyerahkan Surat Kuasa tertanggal 12 November 2003 yang asli, Surat Keterangan Tanah atas nama Utet, dan Surat Keterangan Ganti Kerugian, karena Linton Purba menolak untuk memberikan, Jalang Marpaung menganiaya istri Linton Purba, sementara Linton Purba dikejar oleh tiga orang bawaan Jalang Marpaung. Hal itu pernah dilaporkan akan tetapi hingga saat ini tidak pernah ditindaklanjuti oleh Kepolisian. Adapun laporannya tertuang dalam Surat Tanda Penerimaan Laporan No. Pol.: STPL/11/VII/2009/Polsek, yang dilaporkan “Penganiayaan,” dengan pelapor Siurlan br. Situmorang dan penerima laporan BRIPTU RISMAN NRP 86010358 di Kepolisian Sektor Kunto Darussalam.
26. Bahwa, seandainya Majelis Hakim sebelumnya lebih teliti dan tahu tentang yang sebenarnya bahwa Surat Kuasa tertanggal 12 November 2003 itu bukan hibah, maka tentu akan memenangkan Pemohon Peninjauan Kembali.
27. Bahwa, telah banyak dasar baik secara fakta maupun yuridis yang menguatkan Pemohon Peninjauan Kembali sebagai pemilik sah atas tanah terperkara itu.

Berdasarkan seluruh hal yang diuraikan di atas, kiranya Permohonan Peninjauan Kembali ini telah beralasan, oleh karena itu Pemohon Peninjauan Kembali (Pemohon Kasasi/Pembanding/Tergugat) mohon agar Mahkamah Agung Republik Indonesia dalam Perkara Peninjauan Kembali ini berkenan:
I.              Menerima Permohonan dan Memori Peninjauan Kembali ini untuk sebagian dan/atau seluruhnya;
II.          Menyatakan alasan-alasan dan tuntutan Peninjauan Kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali ini dapat diterima;
III.       Menyatakan Surat Kuasa tertanggal 12 November 2003 bukan Surat Hibah, sehingga tidak dapat digunakan menjadi alas hak untuk melakukan jual-beli tanah;
IV.        Membatalkan Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor: 2095 K/Pdt/2012, tertanggal 19 Juli 2013 jo. Putusan Pengadilan Tinggi Pekanbaru Nomor: 54/PDT/2011/PT.R, tertanggal 8 Agustus 2011 jo. Putusan Pengadilan Negeri Pasir Pangaraian Nomor: 10/Pdt.G/2010/PN-PSP, tertanggal 19 Januari 2011;
V.            Menyatakan Pemohon Peninjauan Kembali (Tergugat/Pembanding/Pemohon Kasasi), Linton Purba alias Antoni Purba adalah pihak yang berhak secara hukum atas tanah terperkara tersebut;
VI.        Menyatakan Termohon Peninjauan Kembali telah melakukan perbuatan melanggar hukum.
VII.     Menghukum Termohon Peninjauan Kembali untuk membayar seluruh biaya dalam perkara ini.
Setidaknya:
1.       Menolak gugatan penggugat untuk seluruhnya;
2.       Jika Yang Mulia berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (Ex Ae Quo Et Bono). Terima kasih.

                                                           Pasir Pangaraian, ... September 2014
                                                           Hormat Pemohon Peninjauan Kembali

                                                          


                                                                   Linton Purba alias Antoni Purba

3 komentar:

  1. KISAH CERITA SAYA SEBAGAI NAPI TELAH DI VONIS BEBAS, BERKAT BANTUAN BPK PRIM HARYADI SH. MH BELIAU SELAKU PANITERA MUDA DI KANTOR MAHKAMAH AGUNG (M.A)

    Assalamu'alaikum sebelum'nya perkenal'kan nama saya winda, sedikit saya ingin berbagi cerita kepada sdr/i , saya adalah sala satuh NAPI yang terdakwah dengan penganiayaan pasal 351 KUHP dengan ancaman hukuman 2 Tahun 8 bulan penjara, singkat cerita sewaktu saya di jengut dari salah satu anggota keluarga saya yang tinggal di jakarta, kebetulan dia tetangga dengan salah satu anggota panitera muda perdata M.A , dan keluarga saya itu pernah cerita kepada panitera muda M.A tentang masalah yang saya alami skrg, tentang pasal 351 KUHP, sampai sampai berkas saya di banding langsun ke jakarta, tapi alhamdulillah keluarga saya itu memberikan no hp dinas bpk PRIM HARYADI SH.MH Beliau selaku panitera muda perdata di kantor M.A pusat, dan saya memberanikan diri call beliau dan meminta tolong sama beliau dan saya juga menjelas'kan masalah saya, dan alhamdulillah beliau siap membantu saya setelah saya curhat masalah kasus yang saya alami, alhamdulillah beliau betul betul membantu saya untuk di vonis dan alhamdulillah berkat bantuan beliau saya langsun di vonis bebas dan tidak terbukti bersalah, alhamdulillah berkat bantuan bpk prim haryadi SH. MH beliau selaku ketua panitera muda perdata di kantor Mahkamah Agung R.I no hp bpk DR Prim Haryadi SH.MH 📞 0853-2174-0123. Bagi teman atau keluarga teman yang lagi terkenah musibah kriminal, kalau belum ada realisasi masalah berkas anda silah'kan hub bpk prim haryadi semoga beliau bisa bantu anda. Wassalam.....

    BalasHapus
  2. Benar dikatakan bahwa bila beretikad baik maka yg dituntut adalah penjual ini pokok masalahnya.

    BalasHapus