Perihal : Permohonan dan Memori Peninjauan Kembali terhadap Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2095 K/Pdt/2012, tertanggal 19 Juli 2013 jo. Putusan Pengadilan Tinggi Pekanbaru Nomor 54/PDT^/2011/PT.R, tertanggal 8 Agustus 2011 jo. Putusan Pengadilan Negeri Pasir Pangaraian Nomor: 10/Pdt.G/2010/PN-PSP, tertanggal 19 Januari 2011.
Yang Terhormat,
Ketua Mahkamah Agung
Republik Indonesia
Di Jakarta
Melalui:
Yang Terhormat,
Ketua Pengadilan Negeri Pasir
Pangaraian
Di Pasir Pangaraian
Antara
Linton
Purba Als. Antoni Purba, untuk selanjutnya disebut Pemohon Peninjauan Kembali (Pemohon
Kasasi/Pembanding/Tergugat)
Lawan
Jalang
Marpaung, untuk selanjutnya disebut sebagai Termohon Peninjauan Kembali (Termohon
Kasasi/Terbanding/Penggugat)
Dengan
hormat,
Saya,
Linton Purba alias Antoni Purba dengan ini mengajukan permohonan Peninjauan
Kembali kepada Ketua Mahkamah Agung atas Putusan Mahkamah Agung Republik
Indonesia Nomor 2095 K/Pdt/2012, tertanggal 19 Juli 2013 jo. Putusan Pengadilan Tinggi Pekanbaru Nomor 54/PDT^/2011/PT.R,
tertanggal 8 Agustus 2011 jo. Putusan
Pengadilan Negeri Pasir Pangaraian Nomor: 10/Pdt.G/2010/PN-PSP, tertanggal 19
Januari 2011.
Dalam perkara perdata antara:
Linton Purba Als. Antoni Purba:
Umur 47 tahun, beragama Kristen Protestan. Pekerjaan tani, domisili Desa Muara
Dilam, Kecamatan Kunto Darussalam, Kabupaten Rokan Hulu, Riau untuk selanjutnya disebut Pemohon Peninjauan Kembali (Pemohon Kasasi
/ Pembanding/Tergugat).
Lawan
Jalang Marpaung:
Umur 50 tahun, pekerjaan wiraswasta, domisili Desa Ngaso, Kecamatan Ujung Batu,
Kabupaten Rokan Hulu, Riau------------------------------------ untuk
selanjutnya disebut sebagai Termohon
Peninjauan Kembali (Termohon Kasasi/Terbanding/Penggugat).
I.
Dasar
Hukum Peninjauan Kembali
Adapun dasar hukum pengajuan Peninjauan Kembali ini
mengacu pada pasal 24 ayat 1 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang
Kekuasaan Kehakiman jo. Pasal 66 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 jo. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 jo. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009
tentang Mahkamah Agung. Berdasarkan pasal 67 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 jo. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 jo. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009
tentang Mahkamah Agung, ditegaskan bahwa:
“Permohonan peninjauan kembali putusan
perkara perdata yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dapat diajukan hanya
berdasarkan alasan-alasan sebagai berikut:
a.
Apabila
putusan didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat pihak lawan yang
diketahui setelah perkaranya diputus atau didasarkan pada bukti-bukti yang
kemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu;
b. Apabila setelah perkara diputus,
ditemukan surat-surat bukti yang bersifat menentukan yang pada waktu perkara
diperiksa tidak dapat ditemukan;
c. Apabila telah dikabulkan suatu hal
yang tidak dituntut atau lebih daripada yang dituntut;
d. Apabila mengenai sesuatu bagian dari
tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya;
e. Apabila antara pihak-pihak yang sama
mengenai suatu soal yang sama, atas dasar yang sama oleh Pengadilan yang sama
atau sama tingkatnya telah diberikan putusan yang bertentangan satu dengan yang
lain;
f. Apabila dalam suatu putusan terdapat
suatu kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata.”
Alasa-alasan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 67 Undang-Undang tentang Mahkamah Agung di atas tidak
bersifat kumulatif. Itu berarti, satu atau dua alasan pun terpenuhi telah
memenuhi syarat untuk mengajukan Peninjauan Kembali.
Kemudian dalam pasal
68-pasal 76 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 jo. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 jo. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung
mengatur mengenai teknis daripada Peninjauan Kembali.
II. Tentang Duduk Perkara
Adapun
duduk perkara ini ialah sebagai berikut:
1.
Bahwa, pada tahun 1998 Pemohon Peninjauan
Kembali (Tergugat/Pembanding/Pemohon Kasasi) membeli tanah seluas 20 hektare
dari Kelompok Tani dengan harga Rp. 16.000.000,- (Enam Belas Juta Rupiah)
dengan bukti kuitansi A.V.I Purba tertanggal 7 Desember 1998, yang diterima
oleh Alirmanto (sebagai Ketua Kelompok Tani pada saat itu). (Vide Putusan Nomor: 10/Pdt.G/2010/PN-PSP
halaman 29, surat-surat bukti yang diberi tanda T-1).
2.
Bahwa, berdasarkan kuitansi tertanggal 7
Desember 1998 tersebut di atas, maka pada tanggal 20 Desember 1998 Kepala Desa
Muara Dilam, Kecamatan Kunto Darussalam, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau
(sebelum pemekaran kabupaten), menerbitkankan Surat Keterangan Tanah yang
terletak di Kasang Linau, Desa Muara Dilam atas nama Utet, yang ditandatangani
oleh Abas Tami sebagai Kepala Desa pada saat itu. (Vide Putusan Nomor: 10/Pdt.G/2010/PN-PSP halaman 29, surat-surat bukti
yang diberi tanda T-2). Perlu
diperhatikan, dahulu lokasi tanah itu merupakan bagian daripada Kabupaten
Kampar, setelah adannya pemekaran kabupaten, maka lokasi tanah itu menjadi
bagian daripada Kabupaten Rokan Hulu, Provinsi Riau, akan tetapi nama desa dan
kecamatannya tetap bernama Desa Muara Dilam dan Kecamatan Kunto Darussalam. Di
mana nama lokasi tanah itu sekarang menjadi, RT 003, RW 009, Dusun IV
Kelampaian, Desa Muara Dilam, Kecamatan Kunto Darussalam, Kabupaten Rokan Hulu,
Provinsi Riau.
3.
Bahwa, berdasarkan bukti kuitansi
tertanggal 7 Desember 1998 dan Surat Keterangan Tanah tertanggal 20 Desember
1998, maka diterbitkanlah satu set Surat Keterangan Ganti Kerugian tertanggal
15 Mei 2008 dengan Nomor Register 96/SKGK/MD/V/2008 tertanggal 16 Mei (Register
Kepala Desa) dan Nomor Register 828/SKGK-KDS/2008 tertanggal 21 Mei 2008
(Register Camat), di mana di dalamnya diterangkan bahwa Utet sebagai Pihak
Pertama dan Linton Purba sebagai Pihak Kedua. (Vide Putusan Nomor: 10/Pdt.G/2010/PN-PSP halaman 29, surat-surat bukti
yang diberi tanda T-3).
4.
Bahwa, pada tanggal 12 November 2003 pernah
Pemohon Peninjauan Kembali membuat Surat
Kuasa kepada Pulman Sinaga alias P. Sinaga alias A. Nita, dengan mana
maksud dari Surat Kuasa itu agar
Pulman Sinaga alias P. Sinaga alias A. Nita mengusahakan tanah itu guna
memenuhi kebutuhan hidup keluarganya, karena Pemohon Peninjauan Kembali merasa
tidak tega membiarkan mereka hidup terlantar. Karena pada masa itu Pulman
Sinaga alias P. Sinaga alias A. Nita tidak mempunyai tanah untuk diusahai, di
samping itu Pulman Sinaga alias P. Sinaga alias A. Nita adalah suami dari adik
kandung Pemohon Peninjauan Kembali. (Vide
Putusan Nomor: 10/Pdt.G/2010/PN-PSP, halaman 21, surat-surat bukti yang diberi
tanda P-8).
5.
Bahwa, P. Sinaga dalam Surat Kuasa
tertanggal 12 November 2003 tidak
diberikan hak untuk menjual, karena tanah itu harus dikembalikan kepada
ahli waris Pemohon Peninjauan Kembali bilamana tiba waktu pembagian warisan.
6.
Bahwa, Surat Kuasa tertanggal 12 November
2003 tidak memberikan hak kepada Pulman Sinaga untuk menjual tanah terperkara
selain daripada mengusahai dan menguasai seolah-olah memiliki sampai pada waktu
pembagian warisan ahli waris Pemohon Peninjauan Kembali, Instruksi Mendagri No.
14 Tahun 1982 juga melarang pemberian kuasa mutlak kepada kuasa untuk menjual
tanah miliknya. Alasan larangan itu, dijelaskan dalam Putusan Mahkamah Agung
Republik Indonesia Nomor 2584 K/Pdt/1986 (14-4-1988), yang mengatakan: surat
kuasa mutlak, mengenai jual beli tanah, tidak dapat dibenarkan karena dalam
praktik sering disalahgunakan untuk menyeludupkan jual-beli tanah.
7.
Bahwa, Pulman Sinaga alias P. Sinaga alias
A. Nita telah mengembalikan kuasa yang Pemohon Peninjauan Kembali berikan pada
tanggal 12 November 2003 sebelum waktu pembagian warisan tanpa pernah
mengusahai lahan tersebut, karena alasan Pulman Sinaga alias P. Sinaga alias A.
Nita telah mendapat pekerjaan menjaga ladang orang lain di luar Provinsi Riau.
8.
Bahwa, Surat Pengembalian Kuasa ini tidak dibuktikan
dalam persidangan tingkat pertama karena saksinya tidak mau menandatangani
dengan tanpa alasan yang jelas, adapun saksi yang tidak mau menandatangani
ialah Larisman Sitinjak yang merupakan saksi daripada Termohon Peninjauan
Kembali. Di samping itu, yang menjadi alasan lain tidak dimunculkan karena
Pulman Sinaga alias P. Sinaga alias A. Nita tidak dapat diketahui keberadaannya
pada saat pemeriksaan tingkat pertama.
9.
Bahwa, perlu diketahui tanah yang dimaksud
di sini adalah hanya tanah yang berperkara, yakni yang 2 hektare dari 20
hektare sebagaimana dimaksud dalam nomor 1 di atas. Dan perlu ditegaskan lagi
sebagai informasi tambahan, 12 hektare lainnya dari 20 hektare telah dijual
kepada tiga orang. Jadi sisa tanah Pemohon Peninjauan Kembali saat ini ialah 8
hektare, yakni 6 hektare tidak bersengketa, dan yang 2 (dua) hektare adalah
tanah yang berperkara/objek yang diajukan Peninjauan Kembali ini.
III. ALASAN-ALASAN PERMOHONAN PENINJAUAN
KEMBALI
A. Kebohongan atau Tipu Muslihat Pihak
Termohon Peninjauan Kembali (Termohon Kasasi/Terbanding/Penggugat)
1.
Bahwa, penggunaan istilah hibah dalam
gugatannya oleh Termohon Peninjauan Kembali ketika sebagai Penggugat merupakan
kebohongan atau tipu muslihat belaka. (Vide
Putusan Pengadilan Negeri Pasir Pangaraian Nomor: 10/Pdt.G/2010/PN-PSP, halaman
5 jo. Putusan Kasasi Nomor: 2095 K/Pdt/2012 halaman 2). Padahal yang benar
adalah Surat Kuasa tertanggal 12 November 2003. (Vide Putusan Pengadilan Negeri Pasir Pangaraian Nomor:
10/Pdt.G/2010/PN-PSP, halaman 21 butir 8)
2.
Bahwa, Termohon Peninjauan Kembali
mengatakan membersihkan dan mengusahai tanah tersebut (terperkara), itu
hanyalah kebohongan belaka (Vide Putusan
Pengadilan Negeri Pasir Pangaraian Nomor: 10/Pdt.G/2010/PN-PSP halaman 4 Jo. Putusan
Kasasi Nomor 2095 K/Pdt/2012 halaman 1). Yang membersihkan, menguasai, dan
mengusahai tanah terperkara itu mulai tahun 1998 sampai saat ini adalah Pemohon
Peninjauan Kembali. Pemohon Peninjauan Kembali menanami tanah terperkara dengan
sawit, pisang, kadang-kadang bercocok tanam cabai, kacang tanah, dan padi.
Termohon Peninjauan Kembali hanya mencuri hasil sawit bukan membersihkan dan
mengusahai.
B. Adanya Ditemukan Surat-surat Bukti
yang Bersifat Menentukan
1.
Bahwa, di samping karena alasan kebohongan
atau tipu muslihat Termohon Peninjauan Kembali dan kekhilafan hakim atau
kekeliruan yang nyata, Permohonan Peninjauan Kembali ini juga diajukan karena
adanya bukti baru (novum) yang pada waktu persidangan sebelumnya, belum/tidak
pernah diajukan.
2.
Bahwa, Pemohon Peninjauan Kembali pernah
membuat Surat Kuasa tertanggal 12
November 2003 terhadap P. Sinaga alias A. Nita.
3.
Bahwa, Pulman Sinaga alias P. Sinaga alias
A. Nita telah mengembalikan Surat Kuasa sebagaimana dimaksud di atas
berdasarkan Surat Pengalihan Hak Kuasa/Kepemilikan tertanggal 18 Juli 2007,
ditandatangani oleh Pulman Sinaga dan Lamtiur Purba (istrinya), serta Pemohon
Peninjauan Kembali, dengan mana Pemohon Peninjauan Kembali memberikan imbalan
sebesar Rp. 25.000.000,- (Dua Puluh Lima Juta Rupiah) kepada Pulman Sinaga
karena telah beriktikad baik mengembalikan Surat Kuasa yang pernah diterimanya.
4.
Bahwa, pengembalian Surat Kuasa (Surat
Pengalihan Hak Kuasa/Kepemilikan) sebagaimana dimaksud di atas belum pernah
diajukan dalam persidangan sebelumnya karena Pemohon Peninjauan Kembali ragu.
Sebab saksi-saksi pada Surat Pengalihan Hak Kuasa/Kepemilikan tertanggal 18
Juli 2007 tersebut tidak mau membubuhkan tanda tangan tanpa diketahui
alasannya. Adapun saksi-saksinya: L. Sitinjak dan K. Siboro, keduanya merupakan
saksi dari pihak Termohon Peninjauan Kembali dalam persidangan. Di samping
saksi-saksi tidak mau menandatangani, Pulman Sinaga pun tidak diketahui
keberadaannya pada saat sidang tingkat pertama.
5.
Bahwa, Pulman Sinaga baru diketahui keberadaannya
pada saat kasasi. Setelah keberadaan Pulman Sinaga diketahui berada dan
berdomisili di Jambi, maka dibuatkanlah akta pengakuan atas Surat Pengalihan
Hak Kuasa/Kepemilikan tertanggal 18 Juli 2007 oleh Pulman Sinaga bersama
istrinya (Lamtiur Purba) yang tertuang dalam Akta Pengakuan Nomor 24 di hadapan
Notaris Desriati, S.H., M.Kn. yang berkantor di Jl. Lintas Sumatera Simpang III
Kantor Bupati Sarolangun-Jambi.
6.
Bahwa, Pemohon Peninjauan Kembali (Pemohon
Kasasi/Pembanding/Tergugat) mengajukan Surat Pengalihan Hak Kuasa/Kepemilikan
tertanggal 18 Juli 2007 bersamaan dengan Akta Pengakuan Nomor 24 di hadapan
Notaris Desriati, S.H., M.Kn. sebagai novum-------------------- TERLAMPIR
7.
Bahwa, bukti baru tersebut sifatnya sangat
menentukan, bukti mana seandainya diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali pada
persidangan baik di tingkat pertama, banding, maupun kasasi maka pengadilan
akan memutuskan bahwa Pemohon Peninjauan Kembali sebagai pemilik sah atas tanah
terperkara.
C.
Dalam
Putusan Terdapat Kekhilafan Hakim atau Kekeliruan yang Nyata.
1.
Bahwa, Terdapat Kekhilafan Majelis Hakim
atau kekeliruan yang nyata pada tingkat pertama, banding, dan kasasi karena
mengikuti istilah yang digunakan oleh Termohon Peninjauan Kembali dalam
gugatannya, yakni ‘hibah.’ Padahal
yang pernah dibuat Pemohon Peninjauan Kembali pada tanggal 12 November 2003
adalah Surat Kuasa yang merupakan alat bukti daripada Termohon Peninjauan
Kembali di persidangan tingkat pertama.
2.
Bahwa, istilah hibah dalam perkara ini
berawal dari Surat Gugatan Termohon Peninjauan Kembali, tepatnya terdapat pada
Tentang Duduk Perkara, dalam hal-hal keempat huruf a dan b, kemudian diteruskan
oleh Majelis Hakim. (Vide Putusan Pengadilan Negeri Pasir
Pangaraian Nomor: 10/Pdt.G/2010/PN-PSP, halaman 5).
3.
Bahwa, berdasarkan gugatan Termohon
Peninjauan Kembali itulah Majelis terus-menerus mengatakan istilah hibah,
padahal sudah jelas pada surat-surat bukti Termohon Peninjauan Kembali pada
saat sidang tingkat pertama, tepatnya pada butir 8 yang disebut bukti P-8
disebutkan “Foto copy Surat Kuasa
tertanggal 12 November 2003.” (Vide
Putusan Pengadilan Negeri Pasir Pangaraian Nomor: 10/Pdt.G/2010/PN-PSP, halaman
21 butir 8). Itulah salah satu
alasan Pemohon Peninjauan Kembali pernah mengatakan Majelis Hakim tingkat
pertama telah menjadi kuasa hukum/advokat Termohon Peninjauan Kembali, karena
pertimbangan Majelis Hakim terlalu mengikuti kemauan si Termohon Peninjauan
Kembali tanpa menganalisis kebenarannya.
4.
Bahwa, Pemohon Peninjauan Kembali dengan tegas mengatakan tidak pernah membuat
Surat Hibah kepada siapapun atas tanah terperkara tersebut. Karena tanah
terperkara tersebut merupakan bagian warisan untuk ahli waris Pemohon
Peninjauan Kembali.
5.
Bahwa, Pemohon Peninjauan Kembali hanya
pernah membuat Surat Kuasa tertanggal
12 November 2003 terhadap P. Sinaga alias A. Nita, bukan Surat Hibah.
6.
Bahwa, Surat Kuasa tertanggal 12 November 2003 terhadap P. Sinaga alias A.
Nita tersebut pun telah dikembalikan
berdasarkan Surat Pengalihan Hak
Kuasa/Kepemilikan tertanggal 18 Juli 2007, ditandatangani oleh Pulman
Sinaga dan Lamtiur Purba (istrinya), dengan mana Pemohon Peninjauan Kembali
memberikan imbalan sebesar Rp. 25.000.000,- (Dua Puluh Lima Juta Rupiah) kepada
Pulman Sinaga oleh karena telah beriktikad baik mengembalikan Surat Kuasa yang
pernah diterimanya.
7.
Bahwa, oleh karena itulah Termohon
Peninjauan Kembali tidak pernah dapat menunjukkan asli daripada Surat Kuasa
tertanggal 12 November 2003 (P-8). Karena asli daripada Surat Kuasa itu sendiri
telah tidak ada lagi sejak adanya pengembalian kuasa itu, yang ada hanya surat
pengembalian kuasa asli dalam bentuk Surat
Pengalihan Hak Kuasa/Kepemilikan tertanggal 18 Juli 2007. Tidak adanya asli
Surat Kuasa tertanggal 12 November 2003 menjadi salah satu alasan perpindahan
tangan tanah terperkara ke banyak orang dalam waktu singkat (3,5 tahun).
8.
Bahwa, Pemohon Peninjauan Kembali selalu
mengingatkan orang-orang sebelumnya, yang menjual-belikan tanah terperkara
bahwa tanah terperkara itu milik Pemohon Peninjauan Kembali, karena itulah
tanah terperkara beralih ke banyak orang dalam waktu singkat (orang yang
terlanjur beli tidak mau rugi maka dijual lagi). Jadi, pertanyaan Majelis Hakim
tingkat pertama dalam pertimbangannya sebagaimana tertuang dalam Putusan
Pengadilan Negeri Pasir Pangaraian Nomor 10/Pdt.G/2010/PN-PSP halaman 53 telah
terjawab. Adalah kekeliruan yang nyata Majelis Hakim tingkat pertama mengatakan
Pemohon Peninjauan Kembali baru merasa keberatan.
9.
Bahwa, menjadi pertanyaan Pemohon
Peninjauan Kembali hingga saat ini; apakah sama Surat Kuasa dengan Surat
Hibah? Karena mulai dari tingkat pertama, banding, sampai pada kasasi,
istilah hibahlah yang memenangkan Si Termohon Peninjauan Kembali.
10. Bahwa,
yang Pemohon Peninjauan Kembali tahu, Surat Kuasa dan Surat Hibah itu sangat
jauh berbeda, dengan berdasarkan pada KUHPer Pasal 1792 KUHPer jo. Pasal 1795 KUHPer, yang
masing-masing berbunyi sebagai berikut:
“Pasal 1792 KUHPer
Pemberian kuasa
adalah suatu perjanjian dengan mana seorang memberikan kekuasaan kepada seorang
lain, yang menerimanya, untuk atas namanya menyelenggarakan suatu urusan.”
Demikian pula pasal 1793 KUHPer
“Kuasa dapat
diberikan dan diterima dalam suatu akta umum, dalam suatu tulisan di bawah
tangan, bahkan dalam sepucuk surat atau dengan lisan. Penerimaan suatu kuasa
dapat pula terjadi secara diam-diam dan disimpulkan dari pelaksanaan kuasa itu
oleh si kuasa..”
Dari definisi pasal 1792 KUHPer itu, jelas surat kuasa
tidak sama dengan hibah. Di mana dalam kuasa ditegaskan si penerima kuasa hanya
menyelenggarakan suatu urusan untuk dan atas nama si pemberi kuasa. Dalam Surat
Kuasa tertanggal 12 November 2003 itu pun demikian, tidaklah dapat dipersamakan
dengan hibah.
Pasal 1795 KUHPer
Pemberian kuasa
dapat dilakukan secara khusus, yaitu mengenai hanya satu kepentingan tertentu
atau lebih, atau secara umum, yaitu meliputi segala kepentingan si pemberi
kuasa.”
11. Bahwa,
perlu diperhatikan pula pasal 1814 KUHPer digariskan bahwa Si pemberi kuasa dapat menarik kembali kuasanya manakala itu
dikehendakinya, dan jika ada alasan untuk itu, memaksa si kuasa untuk
mengembalikan kuasa yang dipegangnya. Pasal 1814 KUHPer itu sejalan dengan
pendapat M. Yahya Harahap yang mengatakan seandainya pun surat kuasa dibuat dan
ditandatangani oleh penerima kuasa, pencabutan sepihak pada dasarnya tak
bertentangan. Karena undang-undang sendiri mengatakan surat kuasa bisa dicabut
secara sepihak. Demikian pendapat M. Yahya Harahap. Vide “Keabsahan Surat Kuasa” dalam hukum online.com.
12. Bahwa,
perlu diketahui juga Instruksi Mendagri No. 14 Tahun 1982 melarang pemberian
kuasa mutlak kepada kuasa untuk menjual tanah miliknya. Alasan larangan itu,
dijelaskan dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2584
K/Pdt/1986 (14-4-1988), yang mengatakan: surat kuasa mutlak, mengenai jual beli
tanah, tidak dapat dibenarkan karena dalam praktik sering disalahgunakan untuk
menyeludupkan jual-beli tanah. Putusan MARI Nomor 2584 K/Pdt/1986 semakin menguatkan
Pemohon Peninjauan Kembali sebagai pemilik tanah terperkara.
13. Bahwa, dari penegasan Pasal 1814 KUHPer telah
ditegaskan bahwa dengan paksaan pun diperbolehkan, padahal Surat Kuasa tertanggal 12 November 2003 itu telah dikembalikan oleh si penerima kuasa (Pulman Sinaga) berdasarkan Surat Pengalihan Hak
Kuasa/Kepemilikan tertanggal 18 Juli 2007, karena saksi tidak mau
menandatangani pengembalian itu, di samping itu juga Pulman Sinaga belum
diketahui keberadaannya, maka tidak pernah diajukan sebagai bukti dalam
persidangan sebelumnya.
14. Bahwa,
setelah putusan kasasi barulah keberadaan domisili Pulman Sinaga diketahui
berada di Jambi, maka Pemohon Peninjauan Kembali menemui Pulman Sinaga dan
membuatkan Akta Pengakuan Nomor 24 di
hadapan Notaris Desriati, S.H., M.Kn. yang berkantor di Jl. Lintas Sumatera
Simpang III Kantor Bupati Sarolangun-Jambi.
15. Bahwa,
Hibah adalah suatu perjanjian dengan mana si penghibah di waktu hidupnya, dengan
cuma-cuma dan dengan tidak dapat ditarik
kembali, menyerahkan sesuatu benda guna keperluan si penerima hibah yang
menerima penyerahan itu. Undang-undang tidak mengakui lain-lain hibah selain
hibah-hibah di antara orang-orang yang masih hidup. Vide BAB X KUHPer, Pasal 1666.
16. Bahwa,
di samping memperhatikan Pasal 1666 KUHPer, perhatikan pula Pasal 1682 KUHPer yang
berbunyi:
“Tiada suatu
penghibahan pun, kecuali penghibahan termaksud dalam pasal 1687, dapat
dilakukan tanpa akta notaris, yang minut (naskah aslinya) harus disimpan, dan
bila tidak demikian, maka penghibahan itu tidak sah.”
Dari ketentuan Pasal 1682 KUHPer itu terang bahwa,
hibah selain daripada yang diatur dalam Pasal 1687 KUHPer harus berdasarkan
akta notaris, termasuk hibah yang berobjekkan tanah harus berdasarkan akta
notaris.
17. Bahwa,
dalam penghibahan perlu juga memperhatikan Yurisprudensi 426 K/Sip/1963, menegaskan hibah dilaranng apabila
mengakibatkan hilangnya hak ahli waris dari anak sah pewaris.
18. Bahwa, Pemohon Peninjauan Kembali tentu
tidak mau dan tidak pernah menghibahkan tanah bagian daripada ahli waris
Pemohon Peninjauan Kembali sendiri, jangankan hibah, dijual pun tidak. Jadi,
hanya orang yang tidak punya pikiran sehat yang mengatakan itu hibah.
19. Bahwa,
telah jelas dan terang baik secara fakta: Surat Kuasa tertanggal 12 November
2003 jo. Surat Pengalihan Hak
Kuasa/Kepemilikan tertanggal 18 Juli 2007, maupun secara yuridis: Pasal 1666,
1682 KUHPer jo. Yurisprudensi 426 K/Sip/1963, dan
lain-lain, tidak ada yang menerangkan alat bukti si Termohon
Peninjauan Kembali: Surat Kuasa tertanggal 12 November 2003 (P-8) sebagai hibah,
alat bukti tersebut adalah Surat Kuasa.
Karena surat kuasa, maka tidak dapat dijadikan alas/dasar hak untuk jual-beli
tanah.
20. Bahwa,
Majelis Hakim pada tingkat pertama telah keliru menerapkan Pasal 1365 KUHPer
terhadap Tergugat yang sekarang Pemohon Peninjauan Kembali. (Vide
Putusan Pengadilan Negeri Pasir
Pangaraian Nomor: 10/Pdt.G/2010/PN-PSP, halaman 55). Seharusnya, Penggugatlah yang dikenakan Pasal 1365 KUHPer,
karena telah menyerobot tanah Pemohon Peninjauan Kembali sebagai pemilik sah
dan kemudian merusak wujud tanah dengan menggunakan excavator. Pemohon Peninjauan Kembali adalah pemilik sah tanah
terperkara yang mempunyai alas hak berdasarkan Kuitansi pembayaran tanah atas
nama A.V.I PURBA kepada Alirmanto senilai Rp. 16.000.000,- tertanggal 7 Desember
1998 (T-1), Surat Keterangan Kepemilikan Tanah atas nama Utet yang diterbitkan
oleh Kepala Desa Muara Dilam tertanggal 20 Desember 1998 (T-2), Surat
pengembalian kuasa dari Pulman Sinaga kepada Linton Purba, Surat Pengalihan Hak
Kuasa/Kepemilikan tertanggal 18 Juli 2007 dan satu set Surat Keterangan Ganti
Kerugian antara Utet dengan Linton Purba dengan diketahui Kepala Desa Muara
Dilam dan Camat Kunto Darussalam tertanggal 15 Mei 2008 (T-3), jadi tidak logis
dan tidak benar bila dikenakan Pasal 1365 KUHPer kepada Pemohon Peninjauan
Kembali.
21. Bahwa,
Termohon Peninjauan Kembali tidak punya alas hak atas tanah terperkara. Kalau
Termohon Peninjauan Kembali hanya mengandalkan P-9, perlu Yang Mulia Majelis
ketahui P-9 hanyalah surat yang bisa dibuat oleh siapapun karena tidak ada
diketahui oleh pejabat/pemerintah. Pemohon Peninjauan Kembali pun bisa membuat
surat demikian segudang. Dan kalau P-1 sampai dengan P-8 itu tidak mungkin
dapat diandalkan karena tidak ada aslinya (Vide
Putusan Pengadilan Negeri Pasir Pangaraian Nomor: 10/Pdt.G/2010/PN-PSP, halaman
21 butir 8). Jadi terang bahwa Termohon Peninjauan Kembali tidak memiliki
alas hak. Oleh karena itu Majelis Hakim tingkat pertama telah keliru secara
nyata karena menerima alat bukti Termohon Peninjauan Kembali yang tidak ada
aslinya P-1 sampai dengan P-8.
22. Bahwa,
Mahkamah Agung pada tingkat Kasasi telah membuat pertimbangan hukum yang
keliru. Adapun bunyi pertimbangannya: “ Bahwa
oleh karena tanah objek sengketa telah beralih beberapa kali, yaitu semula dari
Tergugat diserahkan kepada Pulman Sinaga, sehingga kepemilikan tanah sudah
beralih kepada Pulman Sinaga, kemudian Pulman Sinaga mengalihkan kepada D.
Sidabutar, dari D. Sidabutar menjual ke Coki Nasution, selanjutnya Coki
Nasution menjual kepada Hinsa Raminda Br. Silalahi dan terakhir Hinsa Raminda
Br. Silalahi menjual kepada Penggugat. Oleh karena itu Penggugat sebagai
pembeli terakhir merupakan pembeli yang beriktikad baik harus dilindungi,
apabila Tergugat merasa dirugikan dapat mengajukan gugatan ganti rugi kepada
orang pertama yang menerima penyerahan dari Penggugat.” Bagaimana jika tanah Majelis yang membuat
pertimbangan itu dijual-jual orang lain, kemudian Pemohon Peninjauan Kembali
sebagai pembeli yang terakhir dari orang lain itu? Akankah pertimbangan itu
berlaku? Sungguh pertimbangan hukum yang keliru, tidak masuk akal (sesat).
23. Bahwa,
pertimbangan hukum Mahkamah Agung pada tingkat kasasi tersebut adalah
pertimbangan sesat dan tidak logis, karena Pemohon Peninjauan Kembali tidak
pernah memberikan hibah atas tanah terperkara kepada Pulman Sinaga atau kepada
siapapun dan juga tidak pernah menjualnya. Yang dikatakan Termohon Peninjauan
Kembali sebagai hibah (Vide Putusan
Pengadilan Negeri Pasir Pangaraian Nomor: 10/Pdt.G/2010/PN-PSP, halaman 5) adalah Surat Kuasa tertanggal 12
November 2003 (Vide Putusan Pengadilan
Negeri Pasir Pangaraian Nomor: 10/Pdt.G/2010/PN-PSP, halaman 21 butir 8).
24. Bahwa,
seharusnya Termohon Peninjauan Kembali
yang membuat gugatan ganti rugi kepada orang yang menjual tanah kepadanya (Hinsa
Raminda Br. Silalahi) karena menjual tanah yang bukan miliknya.
25. Bahwa,
Pemohon Peninjauan Kembali sangat keberatan dengan pertimbangan tingkat kasasi
di atas yang mengatakan Termohon Peninjauan Kembali sebagai “...pembeli yang beriktikad baik harus
dilindungi,...” (Vide Putusan Kasasi
Nomor: 2095 K/Pdt/2012 halaman 20) Termohon Peninjauan Kembali bukan
pembeli yang beriktikad baik, jika memang beriktikad baik tentu akan menuntut
ke orang di mana ia membeli, bukan malah menyerobot tanah milik orang lain
(Pemohon Peninjauan Kembali). Di samping itu juga, ada alasan lain bahwa
Termohon Peninjauan Kembali bukan pembeli yang beriktikad baik melainkan
penyerobot tanah milik orang lain, antara lain:
a.
Pada bulan Agustus 2008 Jalang Marpaung (Termohon
Peninjauan Kembali) datang ke tanah terperkara kemudian mengancam Linton Purba
(Pemohon Peninjauan Kembali). Hal itu pernah dilaporkan oleh Linton Purba, akan
tetapi tidak pernah ditindaklanjuti oleh Kepolisian. Adapun laporannya: Surat
Tanda Penerimaan Laporan NO.POL: STPL/170/XI/2009/SPK, yang dilaporkan
“Penyerobotan Tanah,” dengan pelapor Linton Purba, dan penerima AIPTU P. Nadeak
NRP 65070656 di Kepolisian Resor Rokan Hulu.
b.
Pada tanggal 8 Juli 2009 Jalang Marpaung c.s. (Termohon Peninjauan Kembali)
mendatangi Linton Purba (Pemohon Peninjauan Kembali) ke ladang Linton Purba,
kemudian memaksa Linton Purba untuk menyerahkan Surat Kuasa tertanggal 12
November 2003 yang asli, Surat Keterangan Tanah atas nama Utet, dan Surat
Keterangan Ganti Kerugian, karena Linton Purba menolak untuk memberikan, Jalang
Marpaung menganiaya istri Linton Purba, sementara Linton Purba dikejar oleh
tiga orang bawaan Jalang Marpaung. Hal itu pernah dilaporkan akan tetapi hingga
saat ini tidak pernah ditindaklanjuti oleh Kepolisian. Adapun laporannya
tertuang dalam Surat Tanda Penerimaan Laporan No. Pol.: STPL/11/VII/2009/Polsek,
yang dilaporkan “Penganiayaan,” dengan pelapor Siurlan br. Situmorang dan
penerima laporan BRIPTU RISMAN NRP 86010358 di Kepolisian Sektor Kunto
Darussalam.
26. Bahwa,
seandainya Majelis Hakim sebelumnya lebih teliti dan tahu tentang yang sebenarnya
bahwa Surat Kuasa tertanggal 12 November 2003 itu bukan hibah, maka tentu akan
memenangkan Pemohon Peninjauan Kembali.
27. Bahwa,
telah banyak dasar baik secara fakta maupun yuridis yang menguatkan Pemohon
Peninjauan Kembali sebagai pemilik sah atas tanah terperkara itu.
Berdasarkan seluruh hal yang
diuraikan di atas, kiranya Permohonan Peninjauan Kembali ini telah beralasan,
oleh karena itu Pemohon Peninjauan Kembali (Pemohon Kasasi/Pembanding/Tergugat)
mohon agar Mahkamah Agung Republik Indonesia dalam Perkara Peninjauan Kembali
ini berkenan:
I.
Menerima Permohonan dan Memori Peninjauan
Kembali ini untuk sebagian dan/atau seluruhnya;
II.
Menyatakan alasan-alasan dan tuntutan
Peninjauan Kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali ini dapat diterima;
III.
Menyatakan Surat Kuasa tertanggal 12
November 2003 bukan Surat Hibah, sehingga tidak dapat digunakan menjadi alas
hak untuk melakukan jual-beli tanah;
IV.
Membatalkan Putusan Mahkamah Agung
Republik Indonesia Nomor: 2095 K/Pdt/2012, tertanggal 19 Juli 2013 jo. Putusan Pengadilan Tinggi Pekanbaru
Nomor: 54/PDT/2011/PT.R, tertanggal 8 Agustus 2011 jo. Putusan Pengadilan Negeri Pasir Pangaraian Nomor:
10/Pdt.G/2010/PN-PSP, tertanggal 19 Januari 2011;
V.
Menyatakan Pemohon Peninjauan Kembali
(Tergugat/Pembanding/Pemohon Kasasi), Linton Purba alias Antoni Purba adalah
pihak yang berhak secara hukum atas tanah terperkara tersebut;
VI.
Menyatakan Termohon Peninjauan Kembali
telah melakukan perbuatan melanggar hukum.
VII.
Menghukum Termohon Peninjauan Kembali
untuk membayar seluruh biaya dalam perkara ini.
Setidaknya:
1.
Menolak gugatan penggugat untuk
seluruhnya;
2.
Jika Yang Mulia berpendapat lain, mohon
putusan yang seadil-adilnya (Ex Ae Quo Et
Bono). Terima kasih.
Pasir
Pangaraian, ... September 2014
Hormat
Pemohon Peninjauan Kembali
Linton
Purba alias Antoni Purba
KISAH CERITA SAYA SEBAGAI NAPI TELAH DI VONIS BEBAS, BERKAT BANTUAN BPK PRIM HARYADI SH. MH BELIAU SELAKU PANITERA MUDA DI KANTOR MAHKAMAH AGUNG (M.A)
BalasHapusAssalamu'alaikum sebelum'nya perkenal'kan nama saya winda, sedikit saya ingin berbagi cerita kepada sdr/i , saya adalah sala satuh NAPI yang terdakwah dengan penganiayaan pasal 351 KUHP dengan ancaman hukuman 2 Tahun 8 bulan penjara, singkat cerita sewaktu saya di jengut dari salah satu anggota keluarga saya yang tinggal di jakarta, kebetulan dia tetangga dengan salah satu anggota panitera muda perdata M.A , dan keluarga saya itu pernah cerita kepada panitera muda M.A tentang masalah yang saya alami skrg, tentang pasal 351 KUHP, sampai sampai berkas saya di banding langsun ke jakarta, tapi alhamdulillah keluarga saya itu memberikan no hp dinas bpk PRIM HARYADI SH.MH Beliau selaku panitera muda perdata di kantor M.A pusat, dan saya memberanikan diri call beliau dan meminta tolong sama beliau dan saya juga menjelas'kan masalah saya, dan alhamdulillah beliau siap membantu saya setelah saya curhat masalah kasus yang saya alami, alhamdulillah beliau betul betul membantu saya untuk di vonis dan alhamdulillah berkat bantuan beliau saya langsun di vonis bebas dan tidak terbukti bersalah, alhamdulillah berkat bantuan bpk prim haryadi SH. MH beliau selaku ketua panitera muda perdata di kantor Mahkamah Agung R.I no hp bpk DR Prim Haryadi SH.MH 📞 0853-2174-0123. Bagi teman atau keluarga teman yang lagi terkenah musibah kriminal, kalau belum ada realisasi masalah berkas anda silah'kan hub bpk prim haryadi semoga beliau bisa bantu anda. Wassalam.....
aneh
HapusBenar dikatakan bahwa bila beretikad baik maka yg dituntut adalah penjual ini pokok masalahnya.
BalasHapus