MENGAPA KEJAHATAN TIDAK BISA DIHENTIKAN?
Sebelum menjawab
pertanyaan mengapa, tentu sebaiknya menjawab apa, “apakah kejahatan itu?” orang ateis dan skeptis pada umumnya untuk
menjawab pertanyaan ini hal, yang paling hakiki untuk menjawabnya tentu akan
menarik kesimpulan dari eksistensi Allah (dengan nama: Yesus,
YAHWE/Jahoba/Yehova, Elohim, Adonai, Mesias, Isa), dengan menggunakan
argumentasi berikut:
P1 :
Allah adalah pencipta segala sesuatu
P2 : Kejahatan adalah sesuatu
C :
Jadi, Allah adalah pencipta kejahatan
Premis pertama benar.
Namun untuk premis kedua dan kesimpulan, bisa disangkal dengan mengatakan bahwa
kejahatan itu adalah kehilangan sesuatu. Jika kebaikan yang seharusnya ada di
sana hilang dari sesuatu, itu adalah kejahatan. Bila seseorang kehilangan
kebaikan dalam hatinya dan sikap hormat terhadap kehidupan manusia yang
seharusnya ada di sana, ia mungkin melakukan pembunuhan, itu dinamakan
kejahatan. Dalam realitas, kejahatan adalah parasit yang tidak bisa hidup
kecuali sebagai lubang di dalam sesuatu yang seharusnya padat. Namun dalam
beberapa kasus, kejahatan lebih mudah dijelaskan sebagai kasus hubungan yang
buruk. Sebagai pemisalan, tidak ada sesuatu hal yang salah jika menembak di
area pelatihan menembak, tetapi hubungan yang buruk akan muncul ketika menembak
orang lain, termasuk algojo negara (eksekutor).
Hubungan yang buruk itu ada ketika hubungan itu kehilangan sesuatu. Jadi dapat
disimpulkan, kejahatan adalah hilangnya sesuatu yang seharusnya ada di dalam
hubungan di antara benda-benda yang baik.
Lantas, dari mana kejahatan itu berasal? Banyak
orang skeptis untuk menjawab pertanyaan itu dengan menjawab bahwa pasti ada
kekuatan yang sama dengan Allah atau melampaui kontrol-Nya, atau mungkin Allah
tidak baik sama sekali. Tetapi manusia harus sadar bahwa hal yang membuat
manusia sempurna secara moral adalah kebebasan. Manusia memiliki pilihan yang
nyata tentang apa yang manusia lakukan. Allah menciptakan manusia sedemikian
rupa supaya manusia bisa seperti Dia (seperti dikatakan dalam Alkitab bahwa
manusia segambar dengan Allah) dan bisa mengasihi secara bebas (kasih yang
dipaksakan sama sekali bukan kasih, bukan?). Bebas berarti manusia harus memiliki bukan hanya kesempatan
untuk memilih yang baik, melainkan juga kesempatan untuk memilih yang jahat.
Itu adalah risiko yang diambil Allah dengan kesadaran-Nya. Itu tidak membuat
Dia bertanggung jawab atas kejahatan. Ia menciptakan fakta adanya kebebasan;
manusia membuat kejahatan menjadi nyata. Ketidaksempurnaan muncul melalui
penyalahgunaan kesempurnaan moral manusia sebagai makhluk yang bebas.
Allah juga membuat iblis sebagai
makhluk yang paling indah di antara semua ciptaan dengan kesempurnaan kehendak
bebas[1].
Iblis memberontak kepada Allah dan itu menjadi dosa yang pertama dan pola untuk
semua dosa. Dosa adalah konsekuensi dari kejahatan.
Dengan mengetahui jawaban dari apa
dan dari mana kejahatan, maka masuk dalam pertanyaan
mengapa kejahatan tidak bisa dihentikan?
Jawaban untuk pertanyaan ini adalah kejahatan
tidak bisa dihancurkan tanpa menghancurkan kebebasan. Seperti dikatakan
sebelumnya, makhluk yang bebas adalah penyebab kejahatan, kebebasan diberikan
kepada manusia agar manusia bisa mengasihi. Seperti dikatakan dalam Alkitab,
kasih adalah kebaikan yang terbesar bagi semua makhluk yang bebas (Matius
22:36-37), kasih tidak mungkin dinyatakan tanpa kebebasan. Jadi jika kebebasan
dihancurkan, yang merupakan satu-satunya jalan untuk mengakhiri kejahatan, itu
akan menjadi kejahatan pada dirinya sendiri, karena itu akan menghilangkan
kebaikan yang terbesar dari diri makhluk yang bebas[2],
misal: Si A memperkosa Si C, kemudian dihukum mati. Padahal tidak menutup
kemungkinan Si A bisa membantu menyelamatkan keluarga Si B yang berjumlah 50
orang yang sedang terperangkap perang suku di suatu tempat. Sebab itu,
menghancurkan kejahatan sesungguhnya adalah kejahatan. Jika kejahatan akan
diatasi, perlu membicarakan kejahatan dikalahkan, bukan dihancurkan. Sama
halnya, jika Si X ingin mendapatkan cinta Si Y (gadis cantik dan baik), tentu
kejahatan jika Si X membunuh Si Z (pria preman) karena mendekati Si Y.
Jika
kejahatan harus ada, apakah tujuan kejahatan?
Pertanyaan ini sangat
mudah tetapi untuk memberikan jawaban yang hakiki tidaklah mudah, untuk
menjawabnya tentu harus dikaitkan dengan Allah karena jika kita kaitkan dengan
hal-hal yang duniawi tentu jawabannya pun akan bersifat relatif (nisbi).
Dalam hal ini akan
terjawab dengan mengetahui tentang tujuan kejahatan dan Allah yang memiliki
rencana untuk itu. Sekalipun kita tidak mengetahui rencana Allah, Ia mungkin
masih memiliki alasan yang baik dengan mengizinkan terjadinya kejahatan dalam
hidup manusia. Jadi tidak bisa menyimpulkan bahwa tidak ada rencana baik untuk
sesuatu hanya karena tidak tahu apa rencana itu.
Selain itu juga harus tahu
beberapa rencana Allah akan kejahatan, sebab Allah sering menggunakan kejahatan
untuk memperingatkan manusia akan kejahatan yang lebih besar. Seperti halnya
bayi, ia akan dengan segera memiliki kesadaran berdasarkan pengalaman tentang
arti kata ‘panas’ dan akan siap menaati peringatan jika ada peringatan akan hal
itu.
Meskipun tampaknya seperti
harga yang mahal yang harus dibayar, beberapa kejahatan membantu mendatangkan
kebaikan yang lebih besar. Alkitab memberikan beberapa contoh tentang hal ini
dalam diri orang-orang seperti Yusuf, Ayub, dan Simson. Mereka masing-masing
menjalani penderitaan yang nyata. Bagaimana bangsa Israel bertahan hidup
menghadapi bencana kelaparan dan mengungsi supaya bisa berkembang jika Yusuf
tidak dijual sebagai budak oleh saudara-saudaranya dan dipenjarakan dengan
tidak adil? Apakah Ayub mampu mencapai pertumbuhan rohani yang pesat jika ia
tidak terlebih dahulu menderita? (Ayub 23:10). Jenis pimpinan apa jadinya Rasul
Paulus jika ia tidak dijadikan rendah hati setelah ia mendapatkan penyataan
Allah yang luar biasa? (2 Korintus 12). Jadi, Allah mengizinkan kejahatan
sesungguhnya membantu mengalahkan kejahatan.
Apakah harus
begitu banyak kejahatan?
Memang benar bahwa Allah menghendaki
semua orang untuk diselamatkan (2 Petrus 3:9), tetapi itu berarti bahwa mereka
harus memilih untuk mengasihi Dia dan percaya kepada-Nya. Nah, Allah tidak bisa
memaksa seorang pun untuk mengasihi Dia. Kasih yang dipaksakan bertentangan
dengan sifat-Nya. Kasih itu harus bebas. Jadi, meskipun Allah menghendaki,
beberapa orang memilih untuk tidak mengasihi Dia (Matius 23:37). Manusia
mungkin tidak ingin pergi ke neraka[3] (siapa
yang mau?), tetapi mereka menghendaki itu.
Dari uraian di atas maka dapat
disimpulkan bahwa, kejahatan berasal dari kehendak bebas, yang mana kehendak
bebas merupakan pemberian Tuhan/Allah. Jadi, jika kehendak bebas dihubungkan
dengan hukum positif akan sedikit bertolak belakang. Dalam artian, negara
dengan kedaulatannya telah melampaui Tuhan; yang mana negara/ orang sanggup
untuk mencabut nyawa manusia lainnya karena suatu kejahatan yang tentunya nyawa
tidak sebanding dengan kejahatan itu. Kejahatan bisa dipulihkan namun nyawa
tidak bisa dikembalikan. Tentunya penghilangan nyawa tidak pantas dilakukan
oleh makhluk Tuhan/Allah, apapun alasannya!
Tetapi
menjadi pertanyaan saya hingga saat ini adalah, siapa yang akan bertanggung
jawab kelak dalam penghakiman terakhir akan kejahatan/pembunuhan yang dilakukan
oleh negara?
---keadilan sesungguhnya
akan kita dapatkan ketika kita tidak berada di dunia lagi, jangan
mengharapkannya sekarang---
By:
Viswandro
[1] Perlu dipahami, kehendak dengan keinginan ada perbedaan: keinginan
adalah hawa nafsu, emosi. Tetapi kehendak adalah pilihan di antara dua atau
lebih keinginan. Kehendak bebas berarti kemampuan untuk membuat keputusan tanpa
dipaksa di antara dua atau lebih pilihan.
[2] Atas dasar itulah penyebaran Injil tidak boleh berdasarkan
kekerasan atau meng-Kristenkan orang dengan pedang, sebab dengan memaksa
berarti telah melakukan kejahatan. Dapat dilihat pada masa Kolonial Belanda,
mereka bisa saja meng-Kristenkan orang Indonesia pada saat itu karena dalam
jajahannya seperti zaman kerajaan Islam yang meng-Islamkan bangsa-bangsa yang
telah ditaklukkan (Turki, Spanyol,dll), namun mereka tidak melakukan itu,
karena hal itu akan sia-sia. Sebab tidak benar memaksa orang untuk berbuat
tidak jahat, sedangkan Allah memberikan kehendak bebas. Hal ini ada korelasinya
dengan hukuman mati, yang merupakan kejahatan! Saya pribadi mengatakan negara
sekalipun tidak berhak membunuh (eksekusi) manusia.
[3] Neraka adalah hukuman (Lembaga Pemasyarakatan Abadi) dari
kejahatan, jadi tidak perlu orang atau negara terlalu agresif untuk membunuh
penjahat. Jika dibunuh penjahat, saya pikir akan terbalik hukumannya! Kasihan
kan, jadi tukar tempat tidur ke neraka?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar