Kamis, 18 September 2014

KONTEMPLASI TENTANG KEJAHATAN

MENGAPA KEJAHATAN TIDAK BISA DIHENTIKAN?
Sebelum menjawab pertanyaan mengapa, tentu sebaiknya menjawab apa, “apakah kejahatan itu?” orang ateis dan skeptis pada umumnya untuk menjawab pertanyaan ini hal, yang paling hakiki untuk menjawabnya tentu akan menarik kesimpulan dari eksistensi Allah (dengan nama: Yesus, YAHWE/Jahoba/Yehova, Elohim, Adonai, Mesias, Isa), dengan menggunakan argumentasi berikut:
P1      : Allah adalah pencipta segala sesuatu
P2      : Kejahatan adalah sesuatu
C        : Jadi, Allah adalah pencipta kejahatan
Premis pertama benar. Namun untuk premis kedua dan kesimpulan, bisa disangkal dengan mengatakan bahwa kejahatan itu adalah kehilangan sesuatu. Jika kebaikan yang seharusnya ada di sana hilang dari sesuatu, itu adalah kejahatan. Bila seseorang kehilangan kebaikan dalam hatinya dan sikap hormat terhadap kehidupan manusia yang seharusnya ada di sana, ia mungkin melakukan pembunuhan, itu dinamakan kejahatan. Dalam realitas, kejahatan adalah parasit yang tidak bisa hidup kecuali sebagai lubang di dalam sesuatu yang seharusnya padat. Namun dalam beberapa kasus, kejahatan lebih mudah dijelaskan sebagai kasus hubungan yang buruk. Sebagai pemisalan, tidak ada sesuatu hal yang salah jika menembak di area pelatihan menembak, tetapi hubungan yang buruk akan muncul ketika menembak orang lain, termasuk algojo negara (eksekutor). Hubungan yang buruk itu ada ketika hubungan itu kehilangan sesuatu. Jadi dapat disimpulkan, kejahatan adalah hilangnya sesuatu yang seharusnya ada di dalam hubungan di antara benda-benda yang baik.
Lantas, dari mana kejahatan itu berasal? Banyak orang skeptis untuk menjawab pertanyaan itu dengan menjawab bahwa pasti ada kekuatan yang sama dengan Allah atau melampaui kontrol-Nya, atau mungkin Allah tidak baik sama sekali. Tetapi manusia harus sadar bahwa hal yang membuat manusia sempurna secara moral adalah kebebasan. Manusia memiliki pilihan yang nyata tentang apa yang manusia lakukan. Allah menciptakan manusia sedemikian rupa supaya manusia bisa seperti Dia (seperti dikatakan dalam Alkitab bahwa manusia segambar dengan Allah) dan bisa mengasihi secara bebas (kasih yang dipaksakan sama sekali bukan kasih, bukan?). Bebas berarti  manusia harus memiliki bukan hanya kesempatan untuk memilih yang baik, melainkan juga kesempatan untuk memilih yang jahat. Itu adalah risiko yang diambil Allah dengan kesadaran-Nya. Itu tidak membuat Dia bertanggung jawab atas kejahatan. Ia menciptakan fakta adanya kebebasan; manusia membuat kejahatan menjadi nyata. Ketidaksempurnaan muncul melalui penyalahgunaan kesempurnaan moral manusia sebagai makhluk yang bebas.
Allah juga membuat iblis sebagai makhluk yang paling indah di antara semua ciptaan dengan kesempurnaan kehendak bebas[1]. Iblis memberontak kepada Allah dan itu menjadi dosa yang pertama dan pola untuk semua dosa. Dosa adalah konsekuensi dari kejahatan.
Dengan mengetahui jawaban dari apa dan dari mana kejahatan, maka masuk dalam pertanyaan mengapa kejahatan tidak bisa dihentikan?
Jawaban untuk pertanyaan ini adalah kejahatan tidak bisa dihancurkan tanpa menghancurkan kebebasan. Seperti dikatakan sebelumnya, makhluk yang bebas adalah penyebab kejahatan, kebebasan diberikan kepada manusia agar manusia bisa mengasihi. Seperti dikatakan dalam Alkitab, kasih adalah kebaikan yang terbesar bagi semua makhluk yang bebas (Matius 22:36-37), kasih tidak mungkin dinyatakan tanpa kebebasan. Jadi jika kebebasan dihancurkan, yang merupakan satu-satunya jalan untuk mengakhiri kejahatan, itu akan menjadi kejahatan pada dirinya sendiri, karena itu akan menghilangkan kebaikan yang terbesar dari diri makhluk yang bebas[2], misal: Si A memperkosa Si C, kemudian dihukum mati. Padahal tidak menutup kemungkinan Si A bisa membantu menyelamatkan keluarga Si B yang berjumlah 50 orang yang sedang terperangkap perang suku di suatu tempat. Sebab itu, menghancurkan kejahatan sesungguhnya adalah kejahatan. Jika kejahatan akan diatasi, perlu membicarakan kejahatan dikalahkan, bukan dihancurkan. Sama halnya, jika Si X ingin mendapatkan cinta Si Y (gadis cantik dan baik), tentu kejahatan jika Si X membunuh Si Z (pria preman) karena mendekati Si Y.
Jika kejahatan harus ada, apakah tujuan kejahatan?
Pertanyaan ini sangat mudah tetapi untuk memberikan jawaban yang hakiki tidaklah mudah, untuk menjawabnya tentu harus dikaitkan dengan Allah karena jika kita kaitkan dengan hal-hal yang duniawi tentu jawabannya pun akan bersifat relatif (nisbi).
Dalam hal ini akan terjawab dengan mengetahui tentang tujuan kejahatan dan Allah yang memiliki rencana untuk itu. Sekalipun kita tidak mengetahui rencana Allah, Ia mungkin masih memiliki alasan yang baik dengan mengizinkan terjadinya kejahatan dalam hidup manusia. Jadi tidak bisa menyimpulkan bahwa tidak ada rencana baik untuk sesuatu hanya karena tidak tahu apa rencana itu.
Selain itu juga harus tahu beberapa rencana Allah akan kejahatan, sebab Allah sering menggunakan kejahatan untuk memperingatkan manusia akan kejahatan yang lebih besar. Seperti halnya bayi, ia akan dengan segera memiliki kesadaran berdasarkan pengalaman tentang arti kata ‘panas’ dan akan siap menaati peringatan jika ada peringatan akan hal itu.
Meskipun tampaknya seperti harga yang mahal yang harus dibayar, beberapa kejahatan membantu mendatangkan kebaikan yang lebih besar. Alkitab memberikan beberapa contoh tentang hal ini dalam diri orang-orang seperti Yusuf, Ayub, dan Simson. Mereka masing-masing menjalani penderitaan yang nyata. Bagaimana bangsa Israel bertahan hidup menghadapi bencana kelaparan dan mengungsi supaya bisa berkembang jika Yusuf tidak dijual sebagai budak oleh saudara-saudaranya dan dipenjarakan dengan tidak adil? Apakah Ayub mampu mencapai pertumbuhan rohani yang pesat jika ia tidak terlebih dahulu menderita? (Ayub 23:10). Jenis pimpinan apa jadinya Rasul Paulus jika ia tidak dijadikan rendah hati setelah ia mendapatkan penyataan Allah yang luar biasa? (2 Korintus 12). Jadi, Allah mengizinkan kejahatan sesungguhnya membantu mengalahkan kejahatan.
Apakah harus begitu banyak kejahatan?
Memang benar bahwa Allah menghendaki semua orang untuk diselamatkan (2 Petrus 3:9), tetapi itu berarti bahwa mereka harus memilih untuk mengasihi Dia dan percaya kepada-Nya. Nah, Allah tidak bisa memaksa seorang pun untuk mengasihi Dia. Kasih yang dipaksakan bertentangan dengan sifat-Nya. Kasih itu harus bebas. Jadi, meskipun Allah menghendaki, beberapa orang memilih untuk tidak mengasihi Dia (Matius 23:37). Manusia mungkin tidak ingin pergi ke neraka[3] (siapa yang mau?), tetapi mereka menghendaki itu.
Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa, kejahatan berasal dari kehendak bebas, yang mana kehendak bebas merupakan pemberian Tuhan/Allah. Jadi, jika kehendak bebas dihubungkan dengan hukum positif akan sedikit bertolak belakang. Dalam artian, negara dengan kedaulatannya telah melampaui Tuhan; yang mana negara/ orang sanggup untuk mencabut nyawa manusia lainnya karena suatu kejahatan yang tentunya nyawa tidak sebanding dengan kejahatan itu. Kejahatan bisa dipulihkan namun nyawa tidak bisa dikembalikan. Tentunya penghilangan nyawa tidak pantas dilakukan oleh makhluk Tuhan/Allah, apapun alasannya!
Tetapi menjadi pertanyaan saya hingga saat ini adalah, siapa yang akan bertanggung jawab kelak dalam penghakiman terakhir akan kejahatan/pembunuhan yang dilakukan oleh negara?
---keadilan sesungguhnya akan kita dapatkan ketika kita tidak berada di dunia lagi, jangan mengharapkannya sekarang---
By: Viswandro


[1] Perlu dipahami, kehendak dengan keinginan ada perbedaan: keinginan adalah hawa nafsu, emosi. Tetapi kehendak adalah pilihan di antara dua atau lebih keinginan. Kehendak bebas berarti kemampuan untuk membuat keputusan tanpa dipaksa di antara dua atau lebih pilihan.
[2] Atas dasar itulah penyebaran Injil tidak boleh berdasarkan kekerasan atau meng-Kristenkan orang dengan pedang, sebab dengan memaksa berarti telah melakukan kejahatan. Dapat dilihat pada masa Kolonial Belanda, mereka bisa saja meng-Kristenkan orang Indonesia pada saat itu karena dalam jajahannya seperti zaman kerajaan Islam yang meng-Islamkan bangsa-bangsa yang telah ditaklukkan (Turki, Spanyol,dll), namun mereka tidak melakukan itu, karena hal itu akan sia-sia. Sebab tidak benar memaksa orang untuk berbuat tidak jahat, sedangkan Allah memberikan kehendak bebas. Hal ini ada korelasinya dengan hukuman mati, yang merupakan kejahatan! Saya pribadi mengatakan negara sekalipun tidak berhak membunuh (eksekusi) manusia.
[3] Neraka adalah hukuman (Lembaga Pemasyarakatan Abadi) dari kejahatan, jadi tidak perlu orang atau negara terlalu agresif untuk membunuh penjahat. Jika dibunuh penjahat, saya pikir akan terbalik hukumannya! Kasihan kan, jadi tukar tempat tidur ke neraka?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar