Jumat, 19 September 2014

MANA YANG BAKU?



Ajek
Ajek, bukan ajeg berasal dari bahasa Jawa yang bermakna tetap; teratur; tidak berubah.
Ahli dan Pakar
Pakar berarti ahli, mahir; pandai sekali, yang berasal dari bahasa Melayu. Kata pakar dipakai untuk menyatakan ahli dalam bidang ilmu. Dalam hal itu, pakar berpadanan dengan ahli. Misal, seorang pakar hukum menyatakan, “hukum tidak tegak maka kewibawaan negara akan runtuh.”
Perbedaan pakar dengan ahli ialah ahli dapat dipakai pada konteks lain yang tidak menyatakan pakar, tetapi menyatakan orang yang memiliki. Misalnya, ahli waris, ahli rumah, ahli kubur, dan ahli kitab (istilah bagi umat Yahudi dan Kristen dalam Alquran).
Kata pakar mungkin sekali diberi awalan dan akhiran, tetapi sampai sekarang hal itu belum lazim dilakukan orang. Anda tidak perlu gusar bahwa kata ahli akan pudar karena dipakai bersaingan dengan pakar sebab keduanya mempunyai kemampuan yang berbeda untuk memasuki ikatan kalimat tertentu. Lihatlah saksi ahli tidak pernah dapat digantikan dengan saksi pakar.
Menurut penulis, pakar dapat menyimpulkan sesuatu atau objek berdasarkan pengamatan dan pengetahuannya, tetapi ahli hanya boleh melihat, mengamati, dan mengatakan seadanya apa yang dilihat, tidak boleh membuat kesimpulan. Sebagai bukti, tidak akan mungkin si ahli waris menghitung-hitung dan membuat kesimpulan atau keputusan atas warisan, demikian pula saksi ahli hanya boleh memaparkan apa yang dia ketahui dan tidak boleh membuat suatu kesimpulan pula.
Analisa atau Analisis
Para Sarjana Hukum masih banyak yang menggunakan kata analisa. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, yang baku adalah analisis bukan analisa. Adapun arti daripada analisis yang bertalian dengan ilmu hukum sebagai berikut:
(1)   Penyelidikan terhadap suatu peristiwa untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya (sebab-musabab, duduk perkaranya, dan lain sebagainya);
(2)   Penjabaran sesudah dikaji sebaik-baiknya;
(3)   Pemecahan persoalan yang dimulai dengan dugaan akan kebenarannya.
Dari kata analisis dapat dibentuk kata dianalisis, menganalisis, dan penganalisisan. Jadi, sebaiknya menggunakan kata analisis.

Berbagai dan Pelbagai
Kata berbagai dan pelbagai keduanya dipakai dalam bahasa Indonesia dengan makna yang sama, yaitu bermacam-macam atau berjenis-jenis.
 
Daluwarsa atau Kedaluwarsa
Sebagian besar praktisi hukum dan Sarjana Hukum masing menggunakan kata daluwarsa, dapat dilihat pada tulisan-tulisan atau buku-buku hukum. Padahal menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, yang baku adalah kedaluwarsa. Di mana kedaluwarsa berarti sudah lewat atau habis jangka waktunya (tentang tuntutan); habis tempo; terlewat dari batas waktu berlakunya sebagaimana yang ditetapkan (tentang makanan); tidak model lagi; tidak sesuai dengan zaman. Jadi, sebaiknya menggunakan kata kedaluwarsa.
Daripada dan Dari Mana
Kata daripada dituliskan serangkai dapat diletakkan di awal kalimat dan dapat pula di tengah kalimat dan kata tersebut termasuk baku, asalkan menunjukkan arti perbandingan. Sedangkan kata dari mana dituliskan terpisah dapat terletak di awal kalimat dan dapat pula di tengah kalimat dan kata tersebut termasuk baku, asalkan berupa pernyataan arah.
Diajukan dan Dimajukan
Dalam pemakaian bahasa Indonesia dijumpai kata mengajukan dan memajukan. Mengajukan berasal dari kata aju, sedang memajukan berasal dari kata dasar maju. Di samping mengajukan ada bentuk diajukan dan pengajuan. Di samping bentuk memajukan ada bentuk dimajukan dan kemajuan.
Mengajukan artinya menyampaikan. Ia sudah mengajukan lamaran artinya ia sudah menyampaikan lamaran. Peristiwa mengajukan itu sendiri disebut pengajuan.
Contoh:
Pengajuan lamaran itu dilakukan tanpa persetujuan orang tuanya.
Memajukan artinya membuat atau mengusahakan agar menjadi maju. Melalui pendidikan kita dapat memajukan bangsa. Keadaan maju itu disebut kemajuan. Contohnya: kemajuan tidak akan tercapai kalau kita malas. Lawannya maju ialah mundur. Keadaan menjadi mundur dikatakan sebagai kemunduran.
Jika ditinjau dari sudut kesejarahan kata maju atau mundur bukan kata dasar. Kata maju berasal dari kata aju, kata mundur berasal dari kata undur. Kata dasar tersebut kemudian mendapat sisipan –um-. Dalam bahasa Jawa Kuno kata dasar yang diawali dengan vokal, apabila mendapat sisipan –um- maka vokal pada awal kata tersebut hilang. Demikianlah aju dan undur yang seharusnya menjadi umaju dan umundur itu menjadi maju dan mundur saja.
Maju berarti bergerak ke depan, sedang mundur artinya bergerak ke belakang. Contohnya:
Barisan itu maju beberapa langkah.
Para penonton diminta mundur agar tidak mengganggu jalannya pertandingan.
Tetapi maju tidak selalu berarti bergerak ke depan. Kata maju sering dipakai dengan pengertian meningkat atau berkembang. Sehubungan dengan itu kata memajukan jarang dipergunakan dengan pengertian menggerakkan ke depan, melainkan dengan arti meningkatkan, mengembangkan, atau menjadikan lebih baik.
Dalam pada itu, kata maju dan mundur tanpa mendapat awalan dan akhiran sudah dirasakan sebagai kata yang menyatakan perbuatan. Meskipun ada bentuk aktif transitif memajukan dan barangkali juga memundurkan, tidak ada bentuk pasif dimajukan atau dimundurkan.
Contoh:
Pertemuan yang sedianya diselenggarakan pada tanggal 29 Maret 2014 itu diajukan menjadi tanggal 25 Maret 2014. Atau kalau yang dimaksud sebaliknya, pertemuan yang sedianya diselenggarakan tanggal 25 Maret 2014 itu diundurkan menjadi tanggal 29 Maret 2014.

Kehidupan dan Penghidupan
Makna imbuhan ke-an dan per-an dalam bentuk kehidupan dan penghidupan adalah berbeda. Kehidupan adalah hal atau keadaan hidup, seperti kehidupan anak jalanan itu sangat menyedihkan. Sedangkan penghidupan berarti hal, perbuatan, dan cara menghidupi, seperti penghidupan masyarakat desa itu bercocok tanam.
Kepala dan Ketua
Kata kepala bermakna pemimpin (kantor, pekerjaan, perkumpulan, dan sebagainya) yang lazimnya mempunyai anak buah, sedangkan ketua bermakna orang yang mengetuai atau memimpin (rapat, dewan perkumpulan, dan sebagainya) yang lazimnya tidak mempunyai anak buah. Dalam sebuah rapat, ketua dan peserta rapat memiliki hak yang sama, misalnya dalam hal hak bicara. Berbeda halnya dengan kepala, lazimnya anak buah mematuhi kepalanya (atasan) dan lebih bersifat instruktif.

Konkret dan Kongkrit
Konkret berarti nyata; benar-benar ada (berwujud, dapat dilihat, diraba, dan sebagainya). Sedangkan konkrit adalah kata yang sering dipersamakan dengan konkret. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang baku adalah konkret, bukan kongkrit. Andai kata kongkrit adalah baku, tentu dapat dibentuk menjadi kongkritisasi. Akan tetapi kata kongkritisasi tidak ada dikenal dalam bahasa Indonesia, yang ada kata konkretisasi berasal dari kata konkret. Jadi, sebaiknya menggunakan kata konkret.
Kriminal atau Kriminil
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang baku adalah kriminal bukan kriminil. Di mana kriminal berarti berkaitan dengan kejahatan yang dapat dihukum menurut undang-undang; pidana. Jadi, sebaiknya menggunakan kata kriminal.
 
Pejabat dan Penjabat
Masih banyak mahasiswa ataupun praktisi yang salah dalam hal penggunaan kedua istilah di atas, mereka sering menyamakan kedua istilah tersebut. Padahal kedua istilah itu memiliki perbedaan yang jauh walaupun berasal dari kata yang sama yaitu jabat.
Sebagai contoh, setelah diundangkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 setiap provinsi dan kabupaten/kota di Indonesia memiliki pejabat daerah (Gubernur dan Bupati/Walikota) yang memiliki kewenangan yang cukup besar. Demikian pula, dalam melakukan kunjungan kerja ke suatu daerah terlebih dahulu kita perlu menemui para pejabat di daerah itu. Mungkin kita perlu menemui Bapak Bupati, Bapak Gubernur, dan lain sebagainya.
Berdasarkan contoh di atas, Bapak Bupati dan Bapak Gubernur adalah pejabat di daerah itu. Mereka itu mempunyai jabatan sebagai bupati/walikota atau gubernur. Kadang seseorang menduduki jabatan bupati/walikota, atau gubernur itu hanya sementara, karena pejabat yang sebenarnya (definitif) belum ditetapkan. Seseorang yang menduduki suatu jabatan untuk sementara itu disebut penjabat.
Dengan demikian tampak bahwa pejabat itu berbeda dengan penjabat. Dahulu R. Pardede adalah Penjabat Gubernur Sumatera Utara, setelah ditetapkan sebagai gubernur yang definitif, maka beliau bukan lagi penjabat melainkan pejabat.
Penjabat ialah orang yang menjabat, sedangkan pejabat ialah orang yang berjabatan atau memiliki jabatan. Perbedaan antara pejabat dan penjabat ini sejalan dengan perbedaan antara petinju dengan peninju. Petinju ialah orang yang biasa bertinju, baik karena pekerjaan (atlet) maupun karena kegemarannya. Peninju ialah orang yang meninju, mungkin dia bukan petinju.
Masih ingat ketika belajar Bahasa Indonesia? Perbedaan antara kata bentukan yang berawalan pe- dan peN- itu sejalan dengan perbedaan antara kata kerja yang berawalan ber- dan meN-. Kata benda yang berawalan pe- pada umumnya berasal dari kata kerja yang berawalan ber-, sedang kata benda yang berawalan peN- itu berasal dari kata kerja yang berawalan meN-. Orang yang bertinju disebut petinju, orang yang berdagang disebut pedagang, orang yang bekerja disebut pekerja, sedang peninju ialah orang yang meninju, penulis ialah orang yang menulis, pengirim ialah orang yang mengirim.
Perbedaan arti antara kata kerja yang berawalan meN- dengan kata kerja yang berawalan ber- ialah kata kerja yang berawalan meN- itu menyatakan suatu kegiatan atau proses, sedang kata kerja berawalan ber- menyatakan dalam keadaan atau dalam keadaan melakukan perbuatan. Jadi, kata kerja berawalan ber- itu menyatakan keadaan, perbuatan atau proses yang berlangsung lebih lama daripada yang dinyatakan oleh kata kerja yang berawalan meN-. Bertinju prosesnya berlangsung lebih lama daripada meninju, berburu prosesnya berlangsung lebih lama daripada memburu, berjabatan prosesnya berlangsung lebih lama daripada menjabat.
Sejalan dengan itu, maka kalau pejabat itu sifatnya tetap/definitif (lebih lama), maka penjabat itu adalah hanya sementara. Jadi, penjabat (definitif) adalah pejabat sementara (belum atau nondefinitif).
Pelepasan dan Penglepasan
Baik pelepasan maupun penglepasan berasal dari kata dasar lepas. Pelepasan atau penglepasan artinya ialah peristiwa melepas atau melepaskan. Konfiks peN-an memang berkaitan dengan kata kerja berawalan meN- atau meN-kan. Penulisan, penyusunan, penggalian ialah peristiwa menulis, menyusun, dan menggali; pelebaran, pembubaran, pemaduan ialah peristiwa melebarkan, membubarkan, dan memadukan.
Beberapa hari yang lalu Fakultas Hukum Universitas Mulawarman menyelenggarakan upacara pelepasan sarjana. Upacara penglepasan karyawan yang memasuki masa pensiun itu dilaksanakan dengan hikmat.
Penggunaan dua macam bentukan seperti tersebut di atas memang biasa dalam bahasa Indonesia. Di samping pelepasan dan penglepasan, dijumpai juga pengajian dan pengkajian, perajin dan pengrajin, penatar dan petatar, pelipur dan penglipur. Tetapi, kecuali pelipur dan penglipur, kata-kata itu memiliki makna sendiri-sendiri yang berbeda. Mengaji lain artinya dengan mengkaji, begitu juga perajin dengan pengrajin, dan penatar dengan petatar.
Diumumkannya bentuk penglepasan semula untuk membedakan dengan pelepasan yang sudah mempunyai makna tersendiri. Dahulu dikenal kata pelepasan yang artinya dubur atau anus. Untuk membedakan dengan makna itu, maka sengaja diciptakan bentuk yang menyimpang dari kaidah persengauan, yaitu penglepasan.
Bentuk penglepasan memang menyimpang dari kaidah. Kalau ada bentuk penglepasan seharusnya ada bentuk menglepaskan. Bentuk menglepaskan tidak ada, yang ada ialah melepaskan. Jadi, bentuk yang menyatakan peristiwa melepaskan ialah pelepasan bukan penglepasan.
Sekarang makna dubur atau anus pada kata pelepasan itu sudah tidak begitu dikenal. Di samping itu, jalinan atau konteks kalimat juga membantu menunjukkan makna mana yang dimaksud. Kalau disebut-sebut adanya pelepasan sarjana orang tidak akan membayangkan dubur sarjana.
Mengingat pelepasan ditinjau dari kaidah persengauan lebih tepat, dan mengingat pula bahwa makna dubur atau anus pada kata itu sudah tidak begitu dikenal lagi, maka kata pelepasan dapat digunakan untuk menyatakan peristiwa atau perbuatan melepas atau melepaskan.
Pembaruan dan Pembaharuan
Bentukan pembaruan dan pembaharuan adalah keduanya benar. Artinya, keduanya sama, yaitu:
a. proses, perbuatan, cara membarui;
b. Proses mengembangkan adat istiadat, metode produksi, atau cara hidup yang baru.
Contoh pembaharuan hukum agraria sama dengan pembaruan hukum agraria.
Pemimpin dan Pimpinan
Kata bentukan pemimpin dan pimpinan berasal dari kata dasar yang sama yaitu pimpin. Kata dasar pimpin dapat dibentuk menjadi pemimpin, dipimpin,  pimpinan, dan kepemimpinan.[1]
Pemimpin artinya orang yang memimpin, contohnya:
1.    Pemimpin yang baik mesti memikirkan kesejahteraan anak buahnya;
2.    Mahasiswa adalah calon pemimpin;
3.    Dialah yang menjadi pemimpin rombongan.
Pimpinan artinya hasil dari perbuatan memimpin, contohnya:
1.    Organisasi itu berkembang pesat berkat pimpinan Mr. Viswandro;
2.    Di bawah pimpinan pemuda itu, hukum dapat ditegakkan.
Tetapi pimpinan kadang juga berarti tempat atau pihak, misalnya:
1.    Saya belum lapor kepada pimpinan;
2.    Perintah dari pimpinan harus selalu kita laksanakan;
3.    Antara pimpinan dan anak buah tidak ada kesatuan pendapat.
Dalam pengertian tersebut pemimpin dan pimpinan sering dikacaukan. Dalam beberapa pemakaian perbedaan antara pemimpin dan pimpinan ialah bahwa pimpinan itu menyatakan jamak. Pimpinan menyatakan sejumlah orang yang berkedudukan sebagai pemimpin, misalnya pada rapat pimpinan, dewan pimpinan, staf pimpinan. Rapat pimpinan ABRI adalah rapat yang pesertanya para pemimpin ABRI, rapat pimpinan fakultas adalah rapat yang dipimpin oleh dekan dan dihadiri oleh pembantu dekan, ketua jurusan, sekretaris jurusan, dan kepala bagian tata usaha. Pimpinan surat kabar itu antara lain ialah pemimpin redaksi. Kesalahan yang sering terjadi ialah bahwa yang seharusnya dinyatakan dengan kata pemimpin dinyatakan dengan pimpinan.
Perorangan atau Perseorangan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia hanya ada bentuk perseorangan, sedangkan bentuk perorangan tidak ada. Bentuk perseorangan bermakna secara seorang-seorang; satu-satu orang. Misalnya, masalah itu adalah tanggung jawab perseorangan, bukan tanggung jawab kelompok. Bentuk perorangan adalah bentuk yang tidak baku. Jadi, sebaiknya menggunakan bentuk perseorangan.
Pertanggungan Jawab atau Pertanggungjawaban
Penulisan kata pertanggungan jawab tidak benar, yang benar adalah pertanggungjawaban, yang artinya perbuatan (hal atau sebagainya) bertanggung jawab atau sesuatu yang dipertanggungjawabkan. Jadi, sebaiknya menggunakan bentuk pertanggungjawaban.
Politisi dan Politikus
Kata politisi (politici) dalam bahasa Belanda adalah bentuk jamak dari politikus (politicus). Kedua kata ini diserap dari bahasa asing ke dalam bahasa Indonesia tanpa perubahan makna. Jadi politisi bermakna orang yang bergerak dalam bidang politik, sedangkan politikus berarti ahli politik, ahli kenegaraan, orang yang berkecimpung dalam bidang politik. Kata negarawan berpadanan dengan kata staatsman (Belanda) atau statesman (Inggris) berarti ahli dalam bidang kenegaraan (seluk-beluk atau segala sesuatu yang berhubungan dengan negara). Perlu diketahui bahwa seorang politikus belum tentu negarawan, tetapi negarawan tergolong sebagai politikus.
Praktek atau Praktik
Para Sarjana Hukum masih banyak yang sering menggunakan kata praktek, padahal yang baku adalah praktik. Praktik artinya:
(1) cara melaksanakan secara nyata apa yang disebut dalam teori;
(2) menjalankan pekerjaan (tentang pengacara, dokter, dan sebagainya);
(3) pelaksanaan; perbuatan melakukan teori.
Andai kata praktek adalah benar, pastilah dapat dibentuk menjadi praktesi ataupun praktekum. Tetapi dalam bahasa Indonesia yang ada ialah praktikum ataupun praktisi. Dengan demikian sebaiknya menggunakan kata praktik. Misal, praktik kepengacaraan, praktik peradilan, dan lain-lain.
Pukul dan Jam
Kata pukul dan jam, keduanya mengungkapkan konsep yang bertalian dengan waktu. Para Sarjana Hukum sering memakainya secara bergantian. Akan tetapi, dalam penggunaan bahasa Indonesia secara cermat, kata pukul dan jam dibedakan pemakaiannya. Kata jam selain mengacu kepada bendanya, dipakai apabila menunjuk pada waktu, misalnya sudah setengah jam dosen Hukum Pidana itu mengajar di kelas kami. Kata pukul digunakan untuk menyatakan saat. Misalnya, Pukul berapa Saudara ke pengadilan?
Sah dan Syah
Dalam hal penggunaan kata sah dan syah, masing banyak ditemukan kesalahan, hal ini lazim dilakukan oleh Sarjana Hukum. Kata sah dan syah berbeda artinya. Kata sah mempunyai beberapa arti:
(1)          dilakukan menurut hukum (peraturan perundang-undangan) yang berlaku. Contoh: berdasarkan akta notaris, pendirian yayasan itu sudah sah.
(2)          tidak batal (tentang keagamaan).
(3)          berlaku; diakui kebenarannya; diakui oleh pihak resmi. Contoh: para pelamar harus membawa surat-surat keterangan yang sah.
(4)          benar; asli; autentik; boleh dipercaya; tidak diragukan. Contoh: naskah Proklamasi yang dibacakan setiap peringatan 17 Agustus adalah naskah yang sah.
(5)          pasti; nyata dan tentu. Contoh: peti ini sah berisi uang.
Kata syah berarti baginda raja atau raja. Contoh: Syah Iran telah menerima resolusi Dewan Keamanan PBB.
Sertifikat atau Sertipikat
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, sertifikat berarti tanda atau surat keterangan atau pernyataan tertulis atau tercetak dari orang yang berwenang yang dapat digunakan sebagai bukti pemilikan atau suatu kejadian. Sertifikat tanah adalah surat bukti pemilikan tanah yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang.
 
Wewenang atau Kewenangan
Wewenang artinya sama dengan kewenangan, yaitu hak dan kekuasaan yang dipunyai berdasarkan pemberian hukum. Misalnya, pembela mencoba membantah wewenang Pengadilan Negeri Samarinda.
Wenang (wewenang) berarti mempunyai atau mendapat hak dan kekuasaan atas pemberian hukum untuk melakukan sesuatu. Misalnya, pencuri itu diserahkan kepada pihak yang berwenang.

Zina atau Zinah
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, yang baku adalah kata zina bukan zinah. Zina berarti:
(1)   perbuatan bersanggama antara laki-laki dan perempuan yang tidak terikat oleh hubungan pernikahan (perkawinan);
(2)   perbuatan bersanggama seorang laki-laki yang terikat perkawinan dengan seorang perempuan yang bukan istrinya, atau seorang perempuan yang terikat perkawinan dengan seorang laki-laki yang bukan suaminya.
Yang kedua tersebut di atas yang digunakan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
 


[1] Vide Kamus Besar Bahasa Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar